Sabtu, 12 Oktober 2013

ANALISIS NILAI BUDI PEKERTI DALAM NASKAH DOLANAN BOCAH KOLEKSI MUSEUM SONOBUDOYO YOGYAKARTA

ANALISIS NILAI BUDI PEKERTI 
DALAM NASKAH DOLANAN BOCAH
KOLEKSI MUSEUM SONOBUDOYO YOGYAKARTA

oleh
Venny Indria Ekowati
FBS Universitas Negeri Yogyakarta
indiewara@yahoo.com


ABSTRAK

Javanese manuscript contains various kinds of result of Javanese society’s, creativities, senses, and will during their time. One of them can be seen in the Naskah Dolanan Bocah manuscript which is collected by Sonobudoyo Muzium Yogyakarta. This manuscript contains 41 types of Javanese traditional games, complete with their rules and simple illustrations of the games. This traditional game is now becoming obsolete by the Javanese society. In fact there are at least eight moral values contained in those traditional games. Those values ​​are: (1) Cooperation and Harmony, (2) Honesty, (3) Fair, (4) Sincere, (5) Compassion, (6) Patience, (7) Manners, and (8) Environment Care. Javanese traditional games in Dolanan Bocah manuscipt also combine cognitive, psychomotor, and affective elements as an integrated elements. The cognitive aspect is seen in the use of strategy and reasoning in the game. Psychomotor aspects seen on the movement and the songs performed during the game, and affective aspects towards character and behaviour established during the play of traditional games.

Keywords: Javanese traditional games, values

A.    Pendahuluan
Game-game on line menjamur di berbagai kawasan. Puluhan anak sekolah mampu duduk berjam-jam di depan layar komputer. Dunia maya dewasa ini, memang menyuguhkan hiburan yang menawarkan candu bagi anak-anak. Bukan hanya waktu belajar saja yang terkuras habis karena terlalu lama mengakses games on line, tetapi kepekaan sosial mereka juga merosot karena permainan ini cenderung membuat anak menjadi individualistis karena tidak memerlukan teman untuk bermain. Hadirnya games centre jelas sangat menarik perhatian anak-anak dan remaja usia sekolah. Saking mengasyikkan, banyak siswa memilih berada di game centre daripada mengikuti pelajaran sekolah. Uang sekolah disalahgunakan untuk ‘menyewa’ game centre. Seterusnya masih banyak dampak negatif bagi perkembangan jiwa anak-anak. Bahkan penelitian oleh Henry Smith dan Yohana Edith (1996) terkait dengan tingginya angka tindak kekerasan pelajar/remaja di Inggris, Amerika Serikat dan Jepang, menemukan menu-menu game centre memiliki kontribusi yang signifikan terhadap niat dan perilaku tindak kekerasan remaja/pelajar. Hasil penelitian di mancanegara yang diungkap di atas, menunjukkan 78% materi game centre yang dipilih (disukai) adalah model-model kekerasan yang ‘bermuara’ pada darah, dengan rincian: action tangan kosong semacam tinju, silat, kung fu, thai boxing. Model lainnya, menggunakan senjata tradisional maupun modern (senapan, bom, granat). Semuanya memancing tindak kekerasan, agresivitas, brutal dan sadisme. Menu game centre model perang-perangan, baik darat, laut maupun udara-juga sangat sadis, karena score bertambah jika mampu membunuh untuk mengalahkan musuh (Kedaulatan Rakyat, 2008).
Di tengah kegamangan terhadap dampak negatif permainan dunia maya inilah sebaiknya kita menggali dan mengembangkan lagi permaninan tradisional bagi anak- anak. Sebenarnya kita memiliki ratusan jenis permainan anak- anak yang sesuai dengan etika, tata krama dan budaya bangsa. Sayangnya permainan itu sudah punah sehingga anak- anak sekarang yang lahir di era 80-an tidak lagi mengenalnya. Permainan tradisional memang sudah saatnya digali kembali. Dikenalkan kepada anak-anak sehingga mereka mempunyai pilihan lain selain tergila-gila dengan playstation, on-line games, atau komik Jepang, serta televisi yang menyerap perhatian mereka selama 24 jam. Oleh karena itu, makalah ini akan mencoba menggali kembali permainan tradisional Jawa melalui salah satu manuskrip Jawa koleksi museum Sonobudoyo Yogyakarta dengan kode koleksi PB. E. 95 (346 halaman). Naskah ini merupakan salinan dari manuskrip lontar yang tersimpan sebagai koleksi naskah-naskah timur di Universitas Leiden Belanda. Pada tulisan ini tidak dapat disajikan secara utuh seluruh hasil penelitian dari naskah ini karena keterbatasan halaman jurnal.


B. Permainan Tradisional dalam Naskah Jawa
Permainan tradisional adalah permainan yang telah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan permainan tersebut mengandung nilai “baik”, “positif”, “bernilai”, dan “diinginkan”. (Bishop & Curtis dalam Iswinarti, 2010: 4). Menurut Marsono dalam Sabatari (2012), permainan tradisional dikelompokkan dalam permainan yang besifat kompetitif dan rekreatif. Berdasarkan pendapat di atas,  dapat disimpulkan bahwa dalam permainan tradisional terdapat yang mendasar yaitu adanya internalisasi nilai dengan cara yang seru dan menyenangkan. Suku bangsa Jawa termasuk suku bangsa yang mempunyai banyak permainan tradisional. Namun seiring waktu, permainan tersebut sudah banyak ditinggalkan karena adanya perubahan sistem sosial di dalam masyarakat. Bahkan masyarakat pada masa sekarang ini sudah kesulitan untuk mendapatkan informasi mengenai permainan tradisional pada masa lampau dan cara memainkannya. Untungnya masih terdapat naskah-naskah dan manuskrip Jawa yang berisi permainan tradisional Jawa.
Naskah atau manuskrip diberi pengertian sebagai semua peninggalan tertulis nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan (Djamaris, 1977: 20). Manuskrip/ karya-karya tulisan masa lampau tersebut merupakan peninggalan yang mampu menginformasikan buah pikiran, buah perasaan dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang pernah ada. Karena itu, karya-karya tulisan masa lampau tersebut perlu dipelajari sebab di dalamnya terkandung nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan masa kini (Baried, 1994: 1). Penggalian terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam sastra lama sangat penting untuk dilakukan karena nilai-nilai luhur yang berupa norma, gagasan, dan buah pikir nenek moyang bangsa Indonesia dapat dipakai sebagai sumbangan perkembangan kebudayaan daerah khususnya dan budaya nasional pada umumnya. Naskah mengenai permainan tradisional yang cukup lengkap terdapat dalam Naskah Dolanan Bocah kode PB E 95. Pada naskah ini terdapat uraian mengenai cara bermain dan gambaran jalannya permainan. Manuskrip Jawa lain, selain yang sudah tersebut di atas, dapat dilihat pada hasil inventarisasi di bawah ini. Inventarisasi dilakukan melalui Katalog Behrend (1990) dan Katalog Perpustakaan FS UI (Behrend dan Pudjiastuti, 1997).
No.
Tempat Penyimpanan
Judul Manuskrip
Kode
1.       
Museum Sonobudoyo-Yogyakarta
Dolanan
F31
Dolanan Bocah
F32
Dolanan Driji
F9, F10
Dolanan Lare-Lare
F8
2.       
Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia
Dolanan Anak-Anak
LL5, LL88, LL 103, UR. 49-72
Dolanan Anak-Anak Banjarnegara
LL89
Dolanan Bocah-Bocah ing Klathen
UR22, UR23, UR24
Dolanan dan Lagu Anak-Anak
UK. 6a-b
Dolanan Lare-Lare Banyumas
UR7
Dolanan Peksi Mudha
LL92
Dolanan saha Lalagonipun Lare-Lare Kitha Surakarta
UR25, LL87
Dolanan Warni-Warni
UR9, UR10
Dolanan Wayah Padhang Rembulan
UR11, UR12
Dolanan Lare-Lare (Kutaarja)
BA128
Gendhing Dolanan
UR25
3.       
Perpustakaan Universitas Leiden-Belanda
Koleksi Naskah Timur Universitas Leiden
LOr 6684 dan LOr 8621

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa sumber tertulis mengenai permainan anak tradisional Jawa sebenarya cukup beragam. Tetapi belum pernah dilakukan kajian yang cukup serius, sehingga yang dilakukan belumlah lengkap.

C. Nilai-nilai Budi Pekerti dalam Permainan Tradisional
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan empat puluh satu (41) permainan tradisional Jawa. Permainan tersebut yaitu: (1) Luru-luru Mundhu; (2) Bab Uncal, (3) Tandhu Gerit, (4) Kuwukan, (5) Gamparan, (6) Kauman, (7) Kothekan, (8) Benthik Sodor, (9) Benthik Cuthat, (10) Benthik Tamplek, (11) Gobag Sodor, (12) Gobag Bunder, (13) Klabangan, (14) Bab Andolani Lare Alit, (15) Tumbaran, (16) Kubuk, (17) Ki Lumpang Ki Lompong, (18), Jongji, (19) Lepetan, (20) Ketheklek, (21) Gangsingan, (22) Cem, (23) Uwok Bling, (24) Jamur Cepaki, (25) Uri-uri, (26) Bingkat, (27) Dhing, (28) Soyang-soyang, (29) Koning-koning, (30) Jagowan, (31) Gentha Lola, (32) Raton, (33) Luru-luru Widara, (34) Campur Bawur, (35) Plencung-plencungan, (36) Urap-urap Kembang, (37) Atur-atur, (38) Manuk-manuk Dipanah, (39) Sulur Kangkung Enet, (40) Embleg-embleg Duduhe Tape, (41) Rete-reta.
Berikut ini beberapa nilai budi pekerti yang terdapat dalam permainan tersebut.
1.      Kerjasama dan Kerukunan
Kerjasama menurut Scarnati dalam Tarricone dan Luca (2002: 642) adalah proses kooperatif yang memungkinkan orang-orang biasa mencapai hasil yang luar biasa. Terkait dengan hal tersebut, Harris dan Harris juga menjelaskan bahwa kerjasama adalah kerja dari sekumpulan individu yang tergabung dalam keanggotaan tim yang secara efektif dapat berkembang untuk mencapai tujuan bersama. Lebih lanjut teamwork diartikan sebagai individu-individu yang bekerjasama dalam lingkungan yang kooperatif untuk mencapai tujuan bersama, dengan menggunakan ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing anggota tim (Tarricone dan Luca, 2002: 642).
Kerjasama merupakan nilai budi pekerti yang paling banyak terdapat dalam Manuskrip Dolanan Bocah Klathen. Hal ini dikarenakan dalam permainan tradisional hanya bisa dimainkan secara tim, tidak bisa dimainkan oleh satu orang anak. Permainan bisa dimainkan minimal oleh dua orang anak. Oleh karena itu, kerjasama tim mutlak diperlukan. Sesuai dengan definisi mengenai kerjasama di atas, maka setiap anggota tim dalam permainan bekerjasama untuk memenangkan permainan. Hal yang terpenting bagi anggota tim adalah fokus untuk mencapai tujuan bersama yang jelas. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa empat puluh satu permainan dalam Manuskrip Dolanan Bocah Klathen semua memerlukan kerjasama. Jika kerjasama terjalin dengan baik, maka kerukunan antara anggota kelompok akan tercapai. Berikut ini beberapa contoh kerjasama dan kerukunan dalam permainan-permainan tersebut.
Nilai kerjasama ditunjukkan dalam permainan Tandhu Gerit. Permainan ini memerlukan aspek kerjasama antara anak yang digendong dengan yang mengendong supaya tidak jatuh. Jika tidak bekerja sama, maka akan kalah dan mendapatkan hukuman. Contoh lain adalah dalam permainan Kuwukan. Permainan ini memerlukan kerjasama tim karena biasanya dimainkan oleh 7-12 orang anak. Jika dimainkan oleh 12 anak, maka 10 anak berpegangan membentuk lingkaran, berfungsi sebagai kandang, 1 orang menjadi ayam, dan 1 orang menjadi kuwuk yang bertujuan menangkap ayam. Kerjasama tim yang kompak diperlukan agar kuwuk tidak masuk dalam kandang dan menangkap ayam. Jika teori mengenai teamwork diterapkan maka 11 orang anak ini harus mempunyai fokus yang jelas yaitu melindungi ayam agar tidak ditangkap oleh kuwuk. Nilai kerjasama juga terdapat dalam permainan Kothekan. Permainan ini dimainkan dengan menggunakan alat, yaitu lesung dan alu. Nilai kerjasama diperlukan dari setiap penabuh lesung. Kerjasama ini difokuskan untuk menghasilkan harmonisasi suara yang bagus. Jika ada yang tidak kompak, maka suara yang dihasilkan oleh lesung dan alu tidak akan merdu.
Permainan lain yang sarat kerjasama adalah permainan Gobag Sodor. Gobag Sodor biasanya dimainkan oleh 8 orang anak yang dibagi dalam 2 kelompok. Ukuran lapangan berbentuk persegi panjang kira-kira 8 meter. Kemudian dibagi menjadi empat kotak sama panjang. Anak yang besar, pintar, dan terampil dijadikan pengajeng (yang di depan), kemudian ke enam anak memilih pasangannya sendiri untuk dijadikan lawannya supaya imbang, sehingga menjadi 2, 2, 2 (3 pasang). (Ha dengan Na, Ca dengan Ra, Ka dengan Da, dan yang menjadi pengajeng Ta dengan Sa). Permainan ini mengutamakan aspek kerjasama tim agar tim lawan tidak mampu menerobos pertahanan tim yang sedang berjaga. Sebaliknya tim yang satu lagi berusaha menerobos pertahanan agar mampu memenangkan permainan.
Permainan lain yang memerlukan kerjasama tim adalah Cem. Permainan ini dilakukan oleh dua kelompok yang saling berlawanan. Jumlah anak: 4, 6 atau lebih asal jumlahnya genap. Alat yang digunakan adalah batu, kira-kira sebesar telapak tangan, bulat dan pipih. Permainan ini biasa dilakukan oleh anak laki-laki. Sebelum bermain setiap pasang pemain melakukan suit. Yang kalah menjadi satu kelompok, yaitu kelompok gasangan. Yang menang saat suit menjadi kelompok sebagai kelompok mentas. Kelompok gasangan dan kelompok mentas berdiri dengan saling berhadap-hadapan jaraknya kira-kira dua langkah. Fokus dari kerjasama tim dalam permainan ini adalah memenangkan permainan dengan memasukkan batu ke papan pementasan, sedangkan kelompok lawan berusaha bekerjasama untuk menghalangi agar usaha kelompok lawannya gagal.
Kerjasama juga diperlukan dalam permaian Dhing. Permainan ini seperti bermain tali biasa. Namun biasanya dimainkan secara kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari dua orang. Satu kelompok memegang tali dan kelompok yang lain melompat. Kerjasama tim diperlukan agar memenangkan satu putaran permainan. Setiap anggota tim berkewajiban memberikan permainan yang terbaik, karena jika jatuh atau gagal melompat, maka timnya akan berganti menjadi tim yang memegang tali, dan tim lawan akan berganti menjadi tim yang bermain. Permainan Raton juga memerlukan kerjasama yang solid antar pemain dalam satu tim. Pada permainan ini nilai kerjasama diperlukan untuk mempertahankan kraton dan nyawa ratunya. Segala macam usaha dipertaruhkan agar kraton dan dirinya tidak berada dalam keadaan yang berbahaya.
Kerjasama yang baik antara anggota tim merupakan upaya untuk membina kerukunan antara anggota. Permainan yang mengutamakan kerjasama seperti di atas, secara langsung juga akan membina kerukunan antar anggota tim. Kerukunan tampak jelas dalam jalannya permainan Djamur Cepaki. Permainan ini merupakan permainan kelompok yang tidak menggunakan tim lawan, tetapi mengutamakan kerukunan karena dimainkan secara bersama-sama. Sedangkan permainan lain seperti Koning-koning dan Djagowan mengutamakan gerak dan lagu untuk membina kerukunan baik antara pemain maupun penonton yang ikut bernyanyi.
Permainan yang lain adalah Luru-luru Widara, Campur Bawur, Manuk-manuk Dipanah, Sulur Kangkung Enet, Embleg-embleg Duduhe Tape, dan Reta-rete merupakan permainan yang juga mengutamakan kekompakan dan kerukunan dalam menari dan bernyanyi, supaya gerakan yang dilakukan oleh anak yang bermain dapat kompak dan indah.


2.      Kejujuran
Kejujuran merupakan salah satu nilai budi pekerti yang penting. Menurut Marzuki (2012: 2-3), bentuk-bentuk kejujuran ada lima, yaitu: (1) benar dalam perkataan, (2) benar dalam pergaulan, (3) benar dalam kemauan, (4) benar dalam berjanji, dan (5) benar dalam kenyataan.
Permainan tradisional yang terdapat dalam Manuskrip Dolanan Bocah Klathen juga memuat nilai budi pekerti kejujuran. Permainan tradisional sarat akan berbagai macam ketrampilan. Misalnya gerak tubuh, teknik dan strategi permainan, dan internalisasi nilai. Kejujuran dalam suatu permainan sering disebut dengan istilah sportivitas atau fair play. Menurut Rakhmat dalam Mukhlis (2008), sikap sportif adalah sikap yang dalam komunikasinya individu mengurangi sikap difensif yang ia miliki. Jack R Gibb dalam Mukhlis (2008) menyebut enam perilaku yang menimbulkan perilaku defensif dan sportif, yaitu: evaluasi dan deskripsi, kontrol dan orientasi masalah, strategi dan spontanitas, netralitas dan empati, superioritas dan persamaan, serta kepastian dan provisionalisme.
Sikap jujur yang terdapat dalam manuskrip Dolanan Bocah Klathen misalnya terdapat dalam permainan Kauman. Permainan ini biasnya dimainkan oleh anak-anak perempuan yang terbagi dalam dua kelompok. Satu kelompok berada di timur dan satu kelompok berada di barat. Inti permainan ini adalah menebak atau untung-untungan. Seorang kaum ditunjuk dalam permainan ini. Kaum merupakan orang yang diberi bisikan oleh dua tim. Jika kaum sampai tidak jujur menyampaikan tebakan dari satu kelompok, maka hal ini akan menimbulkan pertengkaran antara dua kelompok. Deskripsi lengkap permainan dapat dilihat dalam lampiran.
Sikap jujur juga harus dimiliki oleh anak-anak yang bermain Gobag Sodhor. Jika tidak ada sikap jujur dan sportivitas, maka permainan tidak akan berlangsung dengan baik. Anak yang tertangkap atau terpegang badannya pada saat bermain Gobag Sodhor, harus mau mengakui kalau dia terpegang. Sehingga dia dan teman satu timnya harus bergantian berjaga di garis-garis lapangan permainan. Begitu pula dengan tim lawan juga tidak boleh mengaku jika berhasil mengenai pemain, padahal sebenarnya tidak mengenai.
Kejujuran juga dituntut dalam permainan Umbar Suru. Permainan ini biasanya dimainkan oleh dua anak perempuan. Kejujuran diperlukan setiap pemain. Seorang pemain harus jujur mengakui jika dalam menyuru mengenai bendha milik lawan, walaupun lawannya tidak melihat. Pemain juga harus jujur menepati janji untuk memberikan bendha yang sudah dipasang menjadi taruhan.
                  Nilai sportivitas dalam permainan tradisional juga dijunjung tinggi. Hal ini dapat dilihat ketika para pemain yang kalah dengan sportif melaksanakan hukuman yang sudah ditetapkan. Misalnya dengan menggendong tim lawan yang menang atau memberikan taruhan yang sudah ditetapkan. Walaupun dalam suatu permainan tradisional tidak secara eksplisit menetapkan hukuman bagi pemain yang curang atau tidak jujur. Namun para pemain selalu berusaha sekuat tenaga untuk jujur, karena jika curang maka ia akan mendapatkan sanksi sosial dari teman-temannya yang tidak mau lagi mengajak anak yang curang untuk bermain.
3.      Adil
            Adil pada hakikatnya berarti  memberikan hak kepada siapa saja tanpa terkecuali. Suatu perlakuan yang tidak sama adalah tidak adil, kecuali dengan alasan yang dapat dibenarkan. Suatu perlakuan tidak selalu perlu dibenarkan secara khusus, sedangkan perlakuan yang sama dengan sendirinya betul kecuali terdapat alasan-alasan khusus (Suseno, 1987: 131-132). Prinsip keadilan menurut Rows dalam (Dien, 2011: 14-15) terdiri atas: (1) prinsip kebebasan (equal liberty of principle), (2) Prinsip perbedaan (differences principle), dan (3) Prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle). Berdasarkan prinsip tersebut dapat ditarik suatu pernyataan bahwa prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua fihak yang bersangkutan.  Keadilan dalam suatu permainan juga harus dijunjung tinggi. Berikut ini contoh-contoh perilaku adil yang terdapat dalam Dolanan Bocah Klathen. Prinsip keadilan dalam suatu permainan misalnya adalah:
a.       Adil dalam menentukan pemain
Pemain ditentukan dengan adil. Besarnya fisik, ketrampilan yang dimiliki, serta usia anak yang menjadi pemain antara tim ditentukan dengan adil. Misalnya dalam permainan Luru-luru Mundhu, anak anak yang bemain diusahakan besarnya sama supaya seimbang agar mampu mengikuti gerakan yang mirip dengan ular. Demikian juga dalam permainan Kuwukan, anak yang bermain diusahakan sama besarnya agar ketika mengejar ayam maupun menjadi kuwuk mempunyai energi yang sama besar sehingga permainan berjalan dengan seru. Tidak ada pemain yang mendominasi dan tidak ada pemain yang selalu kalah.
b.      Adil dalam menentukan pihak yang lebih dahulu bermain
Penentuan pihak yang bermain lebih dahulu juga menjunjung tinggi keadilan agar tidak ada tim yang merasa dirugikan. Penentuan pihak yang bermain terlebih dahulu dilakukan dengan suit atau dengan undian. Misalnya pada permainan Gamparan, anak yang bermain lebih dahulu ditentukan dengan undian. Permainan lain yang menggunakan teknik serupa misalnya permainan Benthik Sodhor, Benthik Cuthat, Gobag Bunder, dan lain-lain. Sedangkan teknik suit untuk menentukan pihak yang lebih dulu bermain misalnya dalam permainan Gobag Sodhor, Tumbaran, Umbar Suru, Barjenthik, Cirak uwuk, dan lain-lain.
c.       Adil dalam menentukan taruhan
Beberapa permainan tradisional menggunakan sistem taruhan dalam teknik permainannya. Taruhan dimaksudkan sebagai hukuman untuk tim yang kalah, dan sebagai hadiah bagi tim yang menang. Misalnya dalam permainan Bab Uncal yang menggunakan taruhan berupa rumput. Pihak yang menang mendapatkan rumput dua kali lipat. Besarnya taruhan juga sama dan adil. Taruhan yang sama besarnya juga dapat dijumpai dalam permainan Umbar Suru. Pada permainan ini, sudah ditentukan secara adil aturan permainan dan taruhan yang diberikan. Pemain dianggap menang apabila banyaknya bendha lebih dari setengah bendha yang jadi taruhan (lebih dari 5). Bendha yang sudah didapatkan saat menyuru oleh masing-masing anak, itulah menjadi miliknya. Pada permainan Uthat juga menggunakan taruhan yang sudah disepakati. Taruhan berupa mote. Yang kalah akan mendapatkan mote milik tim lawan.
d.      Adil dalam memberikan hukuman
Beberapa permainan yang tidak menerapkan sistem taruhan, menggunakan sistem hukuman sebagai bentuk reward dan punishment bagi tim yang menang dan kalah. Hukuman ini juga bersifat adil. Misalnya dalam Tandhu Gurit, diterapkan hukuman untuk menggendong tim yang menang. Keadilan dalam hukuman misalnya semua angggota tim yang kalah harus menggendong, tanpa kecuali. Hal ini merupakan penerapan prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle. Namun dengan tanpa melupakan prinsip perbedaan (differences principle). Sehingga pemain yang berbadan kecil juga akan menggendong lawan yang berbadan kecil sehingga prinsip-prinsip keadilan dapat terpenuhi.
4.      Ikhlas
Ikhlas seringkali dikaitkan dengan perilaku menolong yang menandakan adanya ketulusan dalam melakukan hal tersebut. Ikhlas muncul apabila pertama pelaku ingin melakukannya, kedua, pelaku berpikir bahwa hal ini baik untuk dilakukan, dan ketiga, perbuatan dilakukan tidak untuk alasan yang lain (Goddard dalam Chizanah, 2011: 145). Sikap ikhlas juga muncul dalam permainan tradisional Jawa yang termuat dalam Dolanan Bocah Klathen. Sikap ini terutama muncul pada keihlasan untuk menjadi pemeran dalam suatu permainan. Pemeran ini biasanya kurang disukai karena tidak menyenangkan. Misalnya dalam permainan Kuwukan. Jarang ada yang terlebih dahulu memilih menjadi kuwuk yang melawan sepuluh orang yang berperan sebagai kandang dan mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengejar ayam yang terlindungi di dalam kandang. oleh karena itu, perlu keikhalasan untuk berperan menjadi kuwuk.
Keikhlasan juga tampak dalam permainan Benthik Tamplek, Gobag Sodhor, dan lain-lain. Semua anggota tim harus mempunyai sifat ikhlas untuk menanggung kesalahan atau ketidakmampuan salah satu anggota tim. Pada permainan Benthik Tamplek, anak yang tidak tepat dalam memukul atau mati tidak boleh disalahkan oleh teman yang lainnya. Anak lain dalam kelompoknya harus ikhlas kemudian menggantikan temannya yang mati untuk bermain supaya hidup lagi. Apabila kalah tidak boleh saling menyalahkan dan harus ikhlas menerima hukuman. Begitu juga dalam Gobag Sodhor, jika ada salah satu anggota tim tertangkap, makan seluruh tim harus bergantian menjadi penjaga garis.
5.      Kasih Sayang
Sukardi dalam Nandiya dkk (2013: 159) mengatakan bahwa kasih sayang merupakan kebutuhan psikis yang paling mendasar dalam hidup dan kehidupan manusia. Menurut Prayitno dalam Nandiya dinyatakan bahwa kasih sayang dapat terwujud melalui ketulusan, penghargaan, dan pemahaman empati terhadap seseorang sebagai pribadi. Beberapa permainan dalam Dolanan Bocah Klathen juga mengajarkan nilai kasih sayang kepada para pemainnya. Misalnya dalam permainan Andolani Lare Alit. Pada bab ini, anak-anak diberi pengetahuan agar mampu memberikan kasih sayang dan mengasuh adik-adik maupun keponakannya yang masih kecil. Beberapa hal yang diajarkan antara lain adalah:
Pada permainan Tumbaran juga diajarkan kasih sayang kepada sesama teman. Pada permainan ini, kasih sayang kepada teman karena harus mengenali cirri-ciri teman-temannya sehingga dapat menebak dengan tepat salah satu anak  dari keenam anak mentas lainnya yang bergandengan tangan, yang dipegang kakinya tanpa melihat. Nilai kasih sayang juga tampak pada permainan Uri-uri, karena dalam permainan ini menggambarkan adanya kasih sayang dalam hubungan kekeluargaan. Demikian pula dengan permainan Soyang-soyang yang juga menggambarkan kasih sayang antar anggota keluarga.
6.      Sabar
            Arraiyyah dalam  Safitri dan Kumolohadi (2008: 9) menyebutkan bahwa sabar berarti mampu mengendalikan diri, tidak putus asa, sikap yang tetap tenang dalam menghadapi dan menyelesaikan segala macam permasalahan yang menimpa. Penanaman nilai sabar juga terdapat dalam Dolanan Anak Klathen. Secara umum, beberapa sikap sabar dalam permainan yang termuat dalam Dolanan Anak Klathen adalah: sabar menunggu giliran untuk bermain, jika teman atau kelompok lain sedang bermain. Misalnya dalam permainan Dhing, Jongji, Bingkat, Gamparan, dan lain-lain yang mengharuskan pemainnya menunggu giliran bermain secara tertib. Sabar menerima hukuman jika kalah dalam permainan, termasuk harus sabar jika taruhan diambil oleh tim lawan. Ajaran untuk sabar jika menghadapi anak yang lebih kecil seperti dalam permainan Andolani Lare Alit, Soyang-soyang, dan Uri-uri. Sabar jika harus bergantian dengan tim lawan karena kesalahan dan ketidakmampuan anggota tim.
7.      Tata krama
Tata krama merupakan sesuatu yang penting dalam masyarakat Jawa. Menurut Rachim dan Nashori (2007: 4), masyarakat Jawa menjalankan tata krama Jawa yang terdiri dari empat keutamaan yaitu bersikap sesuai kedudukan masing-masing, saling menghormati, menyatakan dengan tersirat tanpa menyinggung perasaan, menghormati hal pribadi, mengontrol diri.
Tata krama dalam permainan tradisional Jawa juga diajarkan. Misalnya dalam permainan Atur-atur yang hampir sama dengan permainan Campur Bawur dan Urap-urap Kembang.  Pada permainan ini anak diajarkan tata krama untuk menghormati keluarga bangsawan yang derajatnya lebih tinggi. Permainan ini berbentuk role playing atau bermain peran. Masing-masing anak memerankan perannya sesuai kesepakatan. Tatakrama dalam permainan ini ditunjukkan oleh nyai-nyai (kaum biasa) dengan Kakang Genjongseladana (kaum bangsawan). Pada permainan ini, beberapa aspek tata krama yang diajarkan adalah:
  a.            Cara berjalan jengkek (berjalan duduk sambil mengangkat pantanya). Saat berjalan jengkek sambil berkata: Atur-atur, atur-atur, kumundur tuan Kapitan, kakang Genjonselajana, rijethet, gandapura ri pleret. Berkali-kali sambil berjalan. Cara berjalan ini dilakukan sebagai bentuk tata krama ketika sedang duduk bersama-sama dalam suatu acara. Jika seseorang berjalan biasa, maka akan dianggap tidak tahu tata krama atau tidak sopan karena tidak menghormati hadirin lain yang sedang duduk.
 b.            Cara berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa tingkat tutur krama.
  c.            Tata cara menerima tamu secara lengkap, termasuk cara mempersilahkan duduk, cara memberikan oleh-oleh, menyajikan hidangan, meminta tamu untuk menyantap hidangan, dan cara makan bersama.
8.      Cinta Lingkungan
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (UU Nomor 23 tahun 1997). Pada saat ini kesadaran akan lingkungan hidup semakin berkurang. Sudah banyak upaya dilakukan untuk menumbuhkan karakter cinta lingkungan pada anak-anak di usia dini. Salah satunya dengan menggunakan gerak dan lagu yang bertema cinta lingkungan. Manuskrip Dolanan Bocah Klathen juga memuat permainan yang bertema cinta lingkungan Permainan tersebut yaitu Luru-luru Widara. Pada permainan ini dijelaskan dan diajarkan cara merawat tanaman sejak menanam sampai memanen yang diwujudkan dalam tembang dan tarian.

KESIMPULAN DAN SARAN
1.      Hampir semua permainan (95%) dari permainan tradisional, kecuali Koning-koning dan Rete-reta (2%) dimainkan secara berkelompok.
2.      Semua permainan tradisional dilakukan di luar ruangan seperti di ladang yang tidak ditanami, padang rumput, halaman rumah, dan pendhapa.
3.      Permainan tradisional anak-anak yang ditemukan dalam manuskrip Dolanan Bocah Klathen memadukan unsur kognitif, psikomotor, dan afektif secara terpadu. Unsur kognitif pada penerapan strategi serta penalaran dalam permainan. Aspek psikomotor dalam gerak dan lagu yang dilakukan selama permainan,dan aspek afektif pada karakter dan sifat-sifat yang terbangun selama melakukan permainan tradisional.
Berdasarkan analisis nilai budi pekerti dalam naskah Dolanan Bocah Klaten, ditemukan nilai-nilai budi pekerti adalah (1) Kerjasama dan Kerukunan, (2) Kejujuran, (3) Adil, (4) Ikhlas, (5) Kasih sayang, (6) Sabar, (7) Tata krama, dan (8) Cinta Lingkungan.
1.      Penelitian ini hanya menggunakan sumber penelitian satu dari naskah dan teks Dolanan Bocah Klaten yang ada di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Oleh karena itu, diharapkan ada penelitian sejenis dalam lingkup yang lebih luas, dam menggunakan sumber data yang lebih banyak.
2.      Penelitian ini masih terbatas pada deskripsi permainan dan analisis nilai-nilai budi pekerti. Oleh karena itu, diharapkan ada penelitian lain yang bersumber pada teks Dolanan Bocah Klaten. Misalnya pembuatan media pembelajaran permainan tradisional Jawa dengan metode R and D.

DAFTAR PUSTAKA
Baried, Siti Broroh, 1994. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Behrend dan Pudjiastuti, T. E. dan Titik. 1997. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-A dan B: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Behrend, T. E. 1990. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid I. Jakarta: Djambatan.
Chizanah, Lu’luatul. 2011. Prososial?: Studi Komparasi Berdasar Caps. Jurnal Psikologi Islam (JPI). Vol. 8, No. 2, Tahun 2012: 145-163 diunduh dari ejournal.uin-malang.ac.id pada 17 Maret 2013.
Danandjaya, D. 1986. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: PT Grafitipers.
Dien, Albert Y. 2011. Masyarakat yang Berkeadilan : Pemikiran John Rawls dalam Filsafat Hukum. Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 7, No 1, Januari 2011: 1-16. http://ejournal.kopertis4.or.id/upload.php?id=304&name=MASYARAKAT%20YANG%20BERKEADILAN....pdf. diunduh pada 24 Februari 2013 pukul 13:00.
Djamaris, Edwar. 1977. “Filologi dan Cara Kerja Filologi”. Majalah Bahasa dan Sastra, 1, III, hlm. 20-33.
Iswinarti. 2010. Nilai-Nilai Terapiutik Permainan Tradisional Engklek pada Anak Usia Sekolah Dasar. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang diunduh dari research-report.umm.ac.id pada 12 April 2013.
Kedaulatan Rakyat. 2008. “Manfaat dan Mudharat Game Centre” diakses dari www.kr.co.id/ pada 24 Maret 2008.
Magnis-Suseno, Frans. 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Marzuki. 2013. Mahalnya Kejujuran: Seri Pendidikan Karakter Islam. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/dr-marzuki-mag/Dr.%20Marzuki,%20M.Ag_.%20Mahalnya%20Kejujuran.pdf diakses pada 7 Maret 2013 pukul 20.00.
Nandiya, Vipi, dkk. 2013. Persepsi Siswa tentang Tindakan Tegas Mendidik yang Diberikan Guru Bimbingan dan Konseling Kepad Siswa yang Melanggar Peraturan Sekolah di SMPN 24 Padang. Konselor: Jurnal Ilmiah Konseling. Vol. 2 Nomor 1 Januari 2013: 156-161, diunduh dari http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor.
Rachim, Ryan Listiawan dan Nashori, H. Fuad. 2007. Hubungan Antara Nilai Budaya Jawa dengan Perilaku Nakal pada Remaja Jawa. Naskah Publikasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII Yogyakarta hal 2-27 diunduh dari psycology.uii.ac.id pada 17 Maret 2013.
Sabatari, Widyabakti. 2013. Penciptaan Desain Busana Wanita dengan Sumber Ide Lagu Dolanan diunduh dari staff.uny.ac.id pada 13 April 2013.
Safitri, Ajeng dan Kumolohadi, Retno. 2008. Hubungan Antara Kesabaran dengan Stress Menghadapi Ujian pada Mahasiswa. Naskah Publikasi. Yogyakarta: Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII Yogyakarta hal 1-25 diunduh dari psycology.uii.ac.id pada 17 Maret 2013.
Tarricone, Pina dan Luca, Joe. 2002. Research and Development in Higher Education: Quality Conversations. Makalah seminar HERDSA (the Higher Education Research and Development Society of Australasia), 25th Annual Conference. diselenggarakan oleh HERDSA Australia, Perth, 7-10 Juli 2002, hal. 640-646 diunduh dari www.deakin.edu.au/.../case-studies/case-study-edith-cowan-un pada 29 Maret 2013.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar