ANALISIS NILAI BUDI PEKERTI
DALAM NASKAH DOLANAN BOCAH
KOLEKSI MUSEUM SONOBUDOYO YOGYAKARTA
oleh
Venny Indria Ekowati
FBS Universitas
Negeri Yogyakarta
indiewara@yahoo.com
ABSTRAK
Javanese manuscript contains various kinds of result of Javanese
society’s, creativities, senses, and will during their time. One of them can be
seen in the Naskah Dolanan Bocah manuscript
which is collected by Sonobudoyo Muzium Yogyakarta. This manuscript contains 41
types of Javanese traditional games, complete with their rules and simple
illustrations of the games. This traditional game is now becoming obsolete by
the Javanese society. In fact there are at least eight moral values contained
in those traditional games. Those values are:
(1) Cooperation and Harmony, (2) Honesty, (3) Fair, (4) Sincere, (5)
Compassion, (6) Patience, (7) Manners, and (8) Environment Care. Javanese
traditional games in Dolanan Bocah
manuscipt also combine cognitive, psychomotor, and affective elements as an
integrated elements. The cognitive aspect is seen in the use of strategy and
reasoning in the game. Psychomotor aspects seen on the movement and the songs
performed during the game, and affective aspects towards character and behaviour
established during the play of traditional games.
Keywords:
Javanese traditional games, values
A. Pendahuluan
Game-game on line menjamur di
berbagai kawasan. Puluhan anak sekolah mampu duduk berjam-jam di depan layar
komputer. Dunia maya dewasa ini, memang menyuguhkan hiburan yang menawarkan
candu bagi anak-anak. Bukan hanya waktu belajar saja yang terkuras habis karena
terlalu lama mengakses games on line,
tetapi kepekaan sosial mereka juga merosot karena permainan ini cenderung
membuat anak menjadi individualistis karena tidak memerlukan teman untuk bermain.
Hadirnya games centre jelas sangat
menarik perhatian anak-anak dan remaja usia sekolah. Saking mengasyikkan,
banyak siswa memilih berada di game centre daripada mengikuti pelajaran
sekolah. Uang sekolah disalahgunakan untuk ‘menyewa’ game centre. Seterusnya
masih banyak dampak negatif bagi perkembangan jiwa anak-anak. Bahkan penelitian
oleh Henry Smith dan Yohana Edith (1996) terkait dengan tingginya angka tindak
kekerasan pelajar/remaja di Inggris, Amerika Serikat dan Jepang, menemukan
menu-menu game centre memiliki
kontribusi yang signifikan terhadap niat dan perilaku tindak kekerasan
remaja/pelajar. Hasil penelitian di mancanegara yang diungkap di atas,
menunjukkan 78% materi game centre yang dipilih (disukai) adalah model-model
kekerasan yang ‘bermuara’ pada darah, dengan rincian: action tangan kosong
semacam tinju, silat, kung fu, thai boxing. Model lainnya, menggunakan senjata
tradisional maupun modern (senapan, bom, granat). Semuanya memancing tindak
kekerasan, agresivitas, brutal dan sadisme. Menu game centre model
perang-perangan, baik darat, laut maupun udara-juga sangat sadis, karena score
bertambah jika mampu membunuh untuk mengalahkan musuh (Kedaulatan Rakyat,
2008).
Di tengah kegamangan terhadap dampak negatif permainan dunia maya inilah
sebaiknya kita menggali dan mengembangkan lagi permaninan tradisional bagi
anak- anak. Sebenarnya kita memiliki ratusan jenis permainan anak- anak yang
sesuai dengan etika, tata krama dan budaya bangsa. Sayangnya permainan itu
sudah punah sehingga anak- anak sekarang yang lahir di era 80-an tidak lagi
mengenalnya. Permainan tradisional memang sudah saatnya digali kembali.
Dikenalkan kepada anak-anak sehingga mereka mempunyai pilihan lain selain
tergila-gila dengan playstation, on-line
games, atau komik Jepang, serta televisi yang menyerap perhatian mereka
selama 24 jam. Oleh karena itu, makalah ini akan mencoba menggali kembali
permainan tradisional Jawa melalui salah satu manuskrip Jawa koleksi museum
Sonobudoyo Yogyakarta dengan kode koleksi PB. E. 95 (346 halaman). Naskah ini
merupakan salinan dari manuskrip lontar yang tersimpan sebagai koleksi
naskah-naskah timur di Universitas Leiden Belanda. Pada tulisan ini tidak dapat
disajikan secara utuh seluruh hasil penelitian dari naskah ini karena
keterbatasan halaman jurnal.
B. Permainan Tradisional dalam Naskah Jawa
Permainan tradisional adalah permainan yang telah diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya dengan permainan tersebut mengandung nilai
“baik”, “positif”, “bernilai”, dan “diinginkan”. (Bishop & Curtis dalam
Iswinarti, 2010: 4). Menurut Marsono dalam Sabatari (2012), permainan
tradisional dikelompokkan dalam permainan yang besifat kompetitif dan
rekreatif. Berdasarkan pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa dalam permainan tradisional terdapat yang
mendasar yaitu adanya internalisasi nilai dengan cara yang seru dan
menyenangkan. Suku bangsa Jawa termasuk suku bangsa yang mempunyai banyak
permainan tradisional. Namun seiring waktu, permainan tersebut sudah banyak
ditinggalkan karena adanya perubahan sistem sosial di dalam masyarakat. Bahkan
masyarakat pada masa sekarang ini sudah kesulitan untuk mendapatkan informasi
mengenai permainan tradisional pada masa lampau dan cara memainkannya.
Untungnya masih terdapat naskah-naskah dan manuskrip Jawa yang berisi permainan
tradisional Jawa.
Naskah atau manuskrip
diberi pengertian sebagai semua peninggalan tertulis nenek moyang kita pada
kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan (Djamaris, 1977: 20). Manuskrip/
karya-karya tulisan masa lampau tersebut merupakan peninggalan yang mampu
menginformasikan buah pikiran, buah perasaan dan informasi mengenai berbagai
segi kehidupan yang pernah ada. Karena itu, karya-karya tulisan masa lampau
tersebut perlu dipelajari sebab di dalamnya terkandung nilai-nilai yang masih
relevan dengan kehidupan masa kini (Baried, 1994: 1). Penggalian terhadap
nilai-nilai yang terkandung dalam sastra lama sangat penting untuk dilakukan
karena nilai-nilai luhur yang berupa norma, gagasan, dan buah pikir nenek moyang
bangsa Indonesia
dapat dipakai sebagai sumbangan perkembangan kebudayaan daerah khususnya dan
budaya nasional pada umumnya. Naskah mengenai permainan tradisional yang cukup
lengkap terdapat dalam Naskah Dolanan Bocah kode PB E 95. Pada naskah ini terdapat uraian mengenai cara bermain dan
gambaran jalannya permainan. Manuskrip Jawa lain, selain yang sudah
tersebut di atas, dapat dilihat pada hasil inventarisasi di bawah ini. Inventarisasi
dilakukan melalui Katalog Behrend (1990) dan Katalog Perpustakaan FS UI
(Behrend dan Pudjiastuti, 1997).
No.
|
Tempat
Penyimpanan
|
Judul Manuskrip
|
Kode
|
1.
|
Museum Sonobudoyo-Yogyakarta
|
Dolanan
|
F31
|
Dolanan Bocah
|
F32
|
||
Dolanan Driji
|
F9, F10
|
||
Dolanan Lare-Lare
|
F8
|
||
2.
|
Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas
|
Dolanan Anak-Anak
|
LL5, LL88, LL 103,
|
Dolanan Anak-Anak Banjarnegara
|
LL89
|
||
Dolanan Bocah-Bocah ing Klathen
|
UR22, UR23, UR24
|
||
Dolanan dan Lagu Anak-Anak
|
|
||
Dolanan Lare-Lare Banyumas
|
UR7
|
||
Dolanan Peksi Mudha
|
LL92
|
||
Dolanan saha Lalagonipun Lare-Lare Kitha Surakarta
|
UR25, LL87
|
||
Dolanan Warni-Warni
|
UR9, UR10
|
||
Dolanan Wayah Padhang Rembulan
|
UR11, UR12
|
||
Dolanan Lare-Lare (Kutaarja)
|
BA128
|
||
Gendhing Dolanan
|
UR25
|
||
3.
|
Perpustakaan Universitas Leiden-Belanda
|
Koleksi Naskah Timur Universitas
|
LOr 6684 dan LOr 8621
|
Berdasarkan data
di atas, dapat diketahui bahwa sumber tertulis mengenai permainan anak
tradisional Jawa sebenarya cukup beragam. Tetapi belum pernah dilakukan kajian
yang cukup serius, sehingga yang dilakukan belumlah lengkap.
C. Nilai-nilai Budi Pekerti dalam Permainan Tradisional
Berdasarkan
hasil penelitian, ditemukan empat puluh satu (41) permainan tradisional Jawa.
Permainan tersebut yaitu: (1) Luru-luru Mundhu; (2) Bab
Uncal, (3) Tandhu Gerit, (4) Kuwukan, (5) Gamparan, (6) Kauman, (7) Kothekan,
(8) Benthik Sodor, (9) Benthik Cuthat, (10) Benthik Tamplek, (11) Gobag Sodor,
(12) Gobag Bunder, (13) Klabangan, (14) Bab Andolani Lare Alit, (15) Tumbaran,
(16) Kubuk, (17) Ki Lumpang Ki Lompong, (18), Jongji, (19) Lepetan, (20)
Ketheklek, (21) Gangsingan, (22) Cem, (23) Uwok Bling, (24) Jamur Cepaki, (25)
Uri-uri, (26) Bingkat, (27) Dhing, (28) Soyang-soyang, (29) Koning-koning, (30)
Jagowan, (31) Gentha Lola, (32) Raton, (33) Luru-luru Widara, (34) Campur
Bawur, (35) Plencung-plencungan, (36) Urap-urap Kembang, (37) Atur-atur, (38)
Manuk-manuk Dipanah, (39) Sulur Kangkung Enet, (40) Embleg-embleg Duduhe Tape,
(41) Rete-reta.
Berikut
ini beberapa nilai budi pekerti yang terdapat dalam permainan tersebut.
1. Kerjasama
dan Kerukunan
Kerjasama menurut Scarnati dalam Tarricone dan Luca
(2002: 642) adalah proses kooperatif yang memungkinkan orang-orang biasa
mencapai hasil yang luar biasa. Terkait dengan hal tersebut, Harris dan Harris
juga menjelaskan bahwa kerjasama adalah kerja dari sekumpulan individu yang
tergabung dalam keanggotaan tim yang secara efektif dapat berkembang untuk
mencapai tujuan bersama. Lebih lanjut teamwork
diartikan sebagai individu-individu yang bekerjasama dalam lingkungan yang
kooperatif untuk mencapai tujuan bersama, dengan menggunakan ketrampilan dan
pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing anggota tim (Tarricone dan Luca,
2002: 642).
Kerjasama merupakan nilai budi pekerti yang paling
banyak terdapat dalam Manuskrip Dolanan
Bocah Klathen. Hal ini dikarenakan dalam permainan tradisional hanya bisa
dimainkan secara tim, tidak bisa dimainkan oleh satu orang anak. Permainan bisa
dimainkan minimal oleh dua orang anak. Oleh karena itu, kerjasama tim mutlak
diperlukan. Sesuai dengan definisi mengenai kerjasama di atas, maka setiap
anggota tim dalam permainan bekerjasama untuk memenangkan permainan. Hal yang
terpenting bagi anggota tim adalah fokus untuk mencapai tujuan bersama yang
jelas. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa empat puluh satu
permainan dalam Manuskrip Dolanan Bocah
Klathen semua memerlukan kerjasama. Jika kerjasama terjalin dengan baik,
maka kerukunan antara anggota kelompok akan tercapai. Berikut ini beberapa
contoh kerjasama dan kerukunan dalam permainan-permainan tersebut.
Nilai kerjasama ditunjukkan dalam permainan Tandhu Gerit. Permainan ini memerlukan aspek kerjasama antara anak
yang digendong dengan yang mengendong supaya tidak jatuh. Jika tidak bekerja
sama, maka akan kalah dan mendapatkan hukuman. Contoh lain adalah dalam
permainan Kuwukan. Permainan ini
memerlukan kerjasama tim karena biasanya dimainkan oleh 7-12 orang anak. Jika
dimainkan oleh 12 anak, maka 10 anak berpegangan membentuk lingkaran, berfungsi
sebagai kandang, 1 orang menjadi ayam, dan 1 orang menjadi kuwuk yang bertujuan menangkap ayam. Kerjasama tim yang kompak
diperlukan agar kuwuk tidak masuk
dalam kandang dan menangkap ayam. Jika teori mengenai teamwork diterapkan maka 11 orang anak ini harus mempunyai fokus
yang jelas yaitu melindungi ayam agar tidak ditangkap oleh kuwuk. Nilai kerjasama juga terdapat dalam permainan Kothekan. Permainan ini dimainkan dengan
menggunakan alat, yaitu lesung dan alu. Nilai kerjasama diperlukan dari
setiap penabuh lesung. Kerjasama ini
difokuskan untuk menghasilkan harmonisasi suara yang bagus. Jika ada yang tidak
kompak, maka suara yang dihasilkan oleh lesung
dan alu tidak akan merdu.
Permainan lain yang sarat kerjasama adalah permainan Gobag Sodor. Gobag Sodor biasanya dimainkan oleh 8 orang anak yang
dibagi dalam 2 kelompok. Ukuran lapangan berbentuk persegi panjang kira-kira 8
meter. Kemudian dibagi menjadi empat kotak sama panjang. Anak yang besar,
pintar, dan terampil dijadikan pengajeng (yang di depan), kemudian ke enam anak
memilih pasangannya sendiri untuk dijadikan lawannya supaya imbang, sehingga
menjadi 2, 2, 2 (3 pasang). (Ha dengan Na, Ca dengan Ra, Ka dengan Da, dan yang
menjadi pengajeng Ta dengan Sa). Permainan ini mengutamakan aspek kerjasama tim
agar tim lawan tidak mampu menerobos pertahanan tim yang sedang berjaga.
Sebaliknya tim yang satu lagi berusaha menerobos pertahanan agar mampu
memenangkan permainan.
Permainan lain yang memerlukan kerjasama tim adalah Cem. Permainan ini dilakukan oleh dua kelompok yang saling
berlawanan. Jumlah anak: 4, 6 atau lebih asal jumlahnya genap. Alat yang
digunakan adalah batu, kira-kira sebesar telapak tangan, bulat dan pipih. Permainan
ini biasa dilakukan oleh anak laki-laki. Sebelum bermain setiap pasang pemain
melakukan suit. Yang kalah menjadi satu kelompok, yaitu kelompok gasangan. Yang menang saat suit menjadi
kelompok sebagai kelompok mentas. Kelompok
gasangan dan kelompok mentas berdiri dengan saling
berhadap-hadapan jaraknya kira-kira dua langkah. Fokus dari kerjasama tim dalam
permainan ini adalah memenangkan permainan dengan memasukkan batu ke papan
pementasan, sedangkan kelompok lawan berusaha bekerjasama untuk menghalangi
agar usaha kelompok lawannya gagal.
Kerjasama juga diperlukan dalam permaian Dhing. Permainan ini seperti bermain tali biasa. Namun biasanya
dimainkan secara kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari dua orang. Satu
kelompok memegang tali dan kelompok yang lain melompat. Kerjasama tim
diperlukan agar memenangkan satu putaran permainan. Setiap anggota tim
berkewajiban memberikan permainan yang terbaik, karena jika jatuh atau gagal
melompat, maka timnya akan berganti menjadi tim yang memegang tali, dan tim
lawan akan berganti menjadi tim yang bermain. Permainan Raton juga memerlukan kerjasama yang solid antar pemain dalam satu
tim. Pada permainan ini nilai kerjasama diperlukan untuk mempertahankan kraton
dan nyawa ratunya. Segala macam usaha dipertaruhkan agar kraton dan dirinya
tidak berada dalam keadaan yang berbahaya.
Kerjasama yang baik antara anggota tim merupakan upaya untuk membina
kerukunan antara anggota. Permainan yang mengutamakan kerjasama seperti di
atas, secara langsung juga akan membina kerukunan antar anggota tim. Kerukunan
tampak jelas dalam jalannya permainan Djamur
Cepaki. Permainan ini merupakan permainan kelompok yang tidak menggunakan
tim lawan, tetapi mengutamakan kerukunan karena dimainkan secara bersama-sama.
Sedangkan permainan lain seperti Koning-koning
dan Djagowan mengutamakan gerak
dan lagu untuk membina kerukunan baik antara pemain maupun penonton yang ikut
bernyanyi.
Permainan yang lain adalah Luru-luru
Widara, Campur Bawur, Manuk-manuk Dipanah, Sulur Kangkung Enet, Embleg-embleg
Duduhe Tape, dan Reta-rete merupakan
permainan yang juga mengutamakan kekompakan dan kerukunan dalam menari dan
bernyanyi, supaya gerakan yang dilakukan oleh anak yang bermain dapat kompak
dan indah.
2.
Kejujuran
Kejujuran merupakan salah
satu nilai budi pekerti yang penting. Menurut Marzuki (2012: 2-3),
bentuk-bentuk kejujuran ada lima, yaitu: (1) benar dalam perkataan, (2) benar dalam
pergaulan, (3) benar dalam kemauan, (4) benar dalam berjanji, dan (5) benar
dalam kenyataan.
Permainan tradisional yang
terdapat dalam Manuskrip Dolanan Bocah
Klathen juga memuat nilai budi pekerti kejujuran. Permainan tradisional
sarat akan berbagai macam ketrampilan. Misalnya gerak tubuh, teknik dan
strategi permainan, dan internalisasi nilai. Kejujuran dalam suatu permainan
sering disebut dengan istilah sportivitas atau fair play. Menurut Rakhmat dalam
Mukhlis (2008), sikap sportif adalah sikap yang dalam komunikasinya individu
mengurangi sikap difensif yang ia miliki. Jack R Gibb dalam Mukhlis (2008)
menyebut enam perilaku yang menimbulkan perilaku defensif dan sportif, yaitu:
evaluasi dan deskripsi, kontrol dan orientasi masalah, strategi dan spontanitas,
netralitas dan empati,
superioritas dan persamaan, serta kepastian dan provisionalisme.
Sikap
jujur yang terdapat dalam manuskrip Dolanan
Bocah Klathen misalnya terdapat dalam permainan Kauman. Permainan ini biasnya dimainkan oleh anak-anak perempuan
yang terbagi dalam dua kelompok. Satu kelompok berada di timur dan satu
kelompok berada di barat. Inti permainan ini adalah menebak atau
untung-untungan. Seorang kaum ditunjuk
dalam permainan ini. Kaum merupakan
orang yang diberi bisikan oleh dua tim. Jika kaum sampai tidak jujur menyampaikan tebakan dari satu kelompok,
maka hal ini akan menimbulkan pertengkaran antara dua kelompok. Deskripsi
lengkap permainan dapat dilihat dalam lampiran.
Sikap
jujur juga harus dimiliki oleh anak-anak yang bermain Gobag Sodhor. Jika tidak ada sikap jujur dan sportivitas, maka
permainan tidak akan berlangsung dengan baik. Anak yang tertangkap atau
terpegang badannya pada saat bermain Gobag
Sodhor, harus mau mengakui kalau dia terpegang. Sehingga dia dan teman satu
timnya harus bergantian berjaga di garis-garis lapangan permainan. Begitu pula
dengan tim lawan juga tidak boleh mengaku jika berhasil mengenai pemain,
padahal sebenarnya tidak mengenai.
Kejujuran juga dituntut dalam permainan Umbar Suru. Permainan ini biasanya dimainkan oleh dua anak
perempuan. Kejujuran diperlukan setiap pemain. Seorang pemain harus jujur
mengakui jika dalam menyuru mengenai bendha milik lawan, walaupun lawannya
tidak melihat. Pemain juga harus jujur menepati janji untuk memberikan bendha yang sudah dipasang menjadi
taruhan.
Nilai
sportivitas dalam permainan tradisional juga dijunjung tinggi. Hal ini dapat
dilihat ketika para pemain yang kalah dengan sportif melaksanakan hukuman yang
sudah ditetapkan. Misalnya dengan menggendong tim lawan yang menang atau
memberikan taruhan yang sudah ditetapkan. Walaupun dalam suatu permainan
tradisional tidak secara eksplisit menetapkan hukuman bagi pemain yang curang
atau tidak jujur. Namun para pemain selalu berusaha sekuat tenaga untuk jujur,
karena jika curang maka ia akan mendapatkan sanksi sosial dari teman-temannya
yang tidak mau lagi mengajak anak yang curang untuk bermain.
3.
Adil
Adil
pada hakikatnya berarti memberikan hak kepada
siapa saja tanpa terkecuali. Suatu perlakuan yang tidak sama adalah tidak adil,
kecuali dengan alasan yang dapat dibenarkan. Suatu perlakuan tidak selalu perlu
dibenarkan secara khusus, sedangkan perlakuan yang sama dengan sendirinya betul
kecuali terdapat alasan-alasan khusus (Suseno, 1987: 131-132). Prinsip
keadilan menurut Rows dalam (Dien, 2011: 14-15) terdiri atas: (1) prinsip
kebebasan (equal liberty of principle), (2) Prinsip perbedaan (differences principle), dan (3) Prinsip persamaan
kesempatan (equal
opportunity principle).
Berdasarkan prinsip tersebut dapat ditarik suatu pernyataan bahwa prinsip
keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap
semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak
semua fihak yang bersangkutan. Keadilan
dalam suatu permainan juga harus dijunjung tinggi. Berikut ini contoh-contoh
perilaku adil yang terdapat dalam Dolanan
Bocah Klathen. Prinsip keadilan dalam suatu permainan misalnya adalah:
a.
Adil dalam menentukan pemain
Pemain ditentukan dengan adil. Besarnya fisik, ketrampilan yang dimiliki,
serta usia anak yang menjadi pemain antara tim ditentukan dengan adil. Misalnya
dalam permainan Luru-luru Mundhu, anak
anak yang bemain diusahakan besarnya sama supaya seimbang agar mampu mengikuti
gerakan yang mirip dengan ular. Demikian juga dalam permainan Kuwukan, anak yang bermain diusahakan
sama besarnya agar ketika mengejar ayam maupun menjadi kuwuk mempunyai energi yang sama besar sehingga permainan berjalan
dengan seru. Tidak ada pemain yang mendominasi dan tidak ada pemain yang selalu
kalah.
b. Adil
dalam menentukan pihak yang lebih dahulu bermain
Penentuan pihak yang bermain lebih dahulu juga menjunjung tinggi keadilan
agar tidak ada tim yang merasa dirugikan. Penentuan pihak yang bermain terlebih
dahulu dilakukan dengan suit atau
dengan undian. Misalnya pada permainan Gamparan,
anak yang bermain lebih dahulu ditentukan dengan undian. Permainan lain
yang menggunakan teknik serupa misalnya permainan Benthik Sodhor, Benthik Cuthat, Gobag Bunder, dan lain-lain.
Sedangkan teknik suit untuk
menentukan pihak yang lebih dulu bermain misalnya dalam permainan Gobag Sodhor, Tumbaran, Umbar Suru,
Barjenthik, Cirak uwuk, dan lain-lain.
c. Adil
dalam menentukan taruhan
Beberapa permainan tradisional menggunakan sistem taruhan dalam teknik
permainannya. Taruhan dimaksudkan sebagai hukuman untuk tim yang kalah, dan
sebagai hadiah bagi tim yang menang. Misalnya dalam permainan Bab Uncal yang menggunakan taruhan
berupa rumput. Pihak yang menang mendapatkan rumput dua kali lipat. Besarnya
taruhan juga sama dan adil. Taruhan yang sama besarnya juga dapat dijumpai
dalam permainan Umbar Suru. Pada
permainan ini, sudah ditentukan secara adil aturan permainan dan taruhan yang
diberikan. Pemain dianggap menang apabila banyaknya bendha lebih dari setengah bendha
yang jadi taruhan (lebih dari 5). Bendha
yang sudah didapatkan saat menyuru oleh masing-masing anak, itulah menjadi
miliknya. Pada permainan Uthat juga
menggunakan taruhan yang sudah disepakati. Taruhan berupa mote. Yang kalah akan mendapatkan mote milik tim lawan.
d. Adil
dalam memberikan hukuman
Beberapa
permainan yang tidak menerapkan sistem taruhan, menggunakan sistem hukuman
sebagai bentuk reward dan punishment bagi tim yang menang dan
kalah. Hukuman ini juga bersifat adil. Misalnya dalam Tandhu Gurit, diterapkan hukuman untuk menggendong tim yang menang.
Keadilan dalam hukuman misalnya semua angggota tim yang kalah harus
menggendong, tanpa kecuali. Hal ini merupakan penerapan prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle.
Namun dengan tanpa melupakan prinsip perbedaan (differences principle). Sehingga pemain yang
berbadan kecil juga akan menggendong lawan yang berbadan kecil sehingga
prinsip-prinsip keadilan dapat terpenuhi.
4.
Ikhlas
Ikhlas seringkali dikaitkan dengan perilaku menolong yang menandakan adanya
ketulusan dalam melakukan hal tersebut. Ikhlas muncul apabila pertama pelaku
ingin melakukannya, kedua, pelaku berpikir bahwa hal ini baik untuk dilakukan,
dan ketiga, perbuatan dilakukan tidak untuk alasan yang lain (Goddard dalam
Chizanah, 2011: 145). Sikap ikhlas juga muncul dalam permainan tradisional Jawa
yang termuat dalam Dolanan Bocah Klathen.
Sikap ini terutama muncul pada keihlasan untuk menjadi pemeran dalam suatu
permainan. Pemeran ini biasanya kurang disukai karena tidak menyenangkan.
Misalnya dalam permainan Kuwukan. Jarang
ada yang terlebih dahulu memilih menjadi kuwuk
yang melawan sepuluh orang yang berperan sebagai kandang dan mengeluarkan
tenaga ekstra untuk mengejar ayam yang terlindungi di dalam kandang. oleh
karena itu, perlu keikhalasan untuk berperan menjadi kuwuk.
Keikhlasan juga tampak dalam permainan Benthik
Tamplek, Gobag Sodhor, dan lain-lain. Semua anggota tim harus mempunyai
sifat ikhlas untuk menanggung kesalahan atau ketidakmampuan salah satu anggota
tim. Pada permainan Benthik Tamplek, anak
yang tidak tepat dalam memukul atau mati tidak boleh disalahkan oleh teman yang
lainnya. Anak lain dalam kelompoknya harus ikhlas kemudian menggantikan
temannya yang mati untuk bermain supaya hidup lagi. Apabila kalah tidak boleh
saling menyalahkan dan harus ikhlas menerima hukuman. Begitu juga dalam Gobag Sodhor, jika ada salah satu
anggota tim tertangkap, makan seluruh tim harus bergantian menjadi penjaga
garis.
5. Kasih Sayang
Sukardi dalam Nandiya dkk (2013: 159) mengatakan bahwa
kasih sayang merupakan kebutuhan psikis yang paling mendasar dalam hidup dan
kehidupan manusia. Menurut Prayitno dalam Nandiya dinyatakan bahwa kasih sayang
dapat terwujud melalui ketulusan, penghargaan, dan pemahaman empati terhadap
seseorang sebagai pribadi. Beberapa permainan dalam Dolanan Bocah Klathen juga mengajarkan nilai kasih sayang kepada
para pemainnya. Misalnya dalam permainan Andolani
Lare Alit. Pada bab ini, anak-anak diberi pengetahuan agar mampu memberikan
kasih sayang dan mengasuh adik-adik maupun keponakannya yang masih kecil.
Beberapa hal yang diajarkan antara lain adalah:
Pada permainan Tumbaran juga
diajarkan kasih sayang kepada sesama teman. Pada permainan ini, kasih sayang
kepada teman karena harus mengenali cirri-ciri teman-temannya sehingga dapat
menebak dengan tepat salah satu anak
dari keenam anak mentas
lainnya yang bergandengan tangan, yang dipegang kakinya tanpa melihat. Nilai
kasih sayang juga tampak pada permainan Uri-uri,
karena dalam permainan ini menggambarkan adanya kasih sayang dalam hubungan
kekeluargaan. Demikian pula dengan permainan Soyang-soyang yang juga menggambarkan kasih sayang antar anggota
keluarga.
6. Sabar
Arraiyyah
dalam Safitri dan Kumolohadi (2008: 9)
menyebutkan bahwa sabar berarti mampu mengendalikan diri, tidak putus asa,
sikap yang tetap tenang dalam menghadapi dan menyelesaikan segala macam
permasalahan yang menimpa. Penanaman nilai sabar juga terdapat dalam Dolanan Anak Klathen. Secara umum,
beberapa sikap sabar dalam permainan yang termuat dalam Dolanan Anak Klathen adalah: sabar menunggu giliran untuk bermain,
jika teman atau kelompok lain sedang bermain. Misalnya dalam permainan Dhing, Jongji, Bingkat, Gamparan, dan
lain-lain yang mengharuskan pemainnya menunggu giliran bermain secara tertib. Sabar
menerima hukuman jika kalah dalam permainan, termasuk harus sabar jika taruhan
diambil oleh tim lawan. Ajaran untuk sabar jika menghadapi anak yang lebih
kecil seperti dalam permainan Andolani
Lare Alit, Soyang-soyang, dan Uri-uri.
Sabar jika harus bergantian dengan tim lawan karena kesalahan dan
ketidakmampuan anggota tim.
7. Tata krama
Tata krama merupakan sesuatu yang penting dalam
masyarakat Jawa. Menurut Rachim dan Nashori (2007: 4), masyarakat Jawa menjalankan tata krama Jawa yang terdiri dari empat
keutamaan yaitu bersikap sesuai kedudukan masing-masing, saling menghormati,
menyatakan dengan tersirat tanpa menyinggung perasaan, menghormati hal pribadi,
mengontrol diri.
Tata krama dalam permainan
tradisional Jawa juga diajarkan. Misalnya dalam permainan Atur-atur yang hampir sama dengan permainan Campur Bawur dan Urap-urap
Kembang. Pada permainan ini anak
diajarkan tata krama untuk menghormati keluarga bangsawan yang derajatnya lebih
tinggi. Permainan ini berbentuk role
playing atau bermain peran. Masing-masing anak memerankan perannya sesuai
kesepakatan. Tatakrama dalam permainan ini ditunjukkan oleh nyai-nyai (kaum
biasa) dengan Kakang Genjongseladana (kaum bangsawan). Pada permainan ini,
beberapa aspek tata krama yang diajarkan adalah:
a.
Cara berjalan jengkek (berjalan duduk sambil mengangkat pantanya). Saat berjalan jengkek sambil berkata: Atur-atur, atur-atur, kumundur tuan Kapitan,
kakang Genjonselajana, rijethet, gandapura ri pleret. Berkali-kali sambil
berjalan. Cara berjalan ini dilakukan sebagai bentuk tata krama ketika sedang
duduk bersama-sama dalam suatu acara. Jika seseorang berjalan biasa, maka akan
dianggap tidak tahu tata krama atau tidak sopan karena tidak menghormati
hadirin lain yang sedang duduk.
b.
Cara berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa
tingkat tutur krama.
c.
Tata cara menerima tamu secara lengkap, termasuk
cara mempersilahkan duduk, cara memberikan oleh-oleh, menyajikan hidangan,
meminta tamu untuk menyantap hidangan, dan cara makan bersama.
8. Cinta Lingkungan
Lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain (UU Nomor 23 tahun 1997). Pada saat ini
kesadaran akan lingkungan hidup semakin berkurang. Sudah banyak upaya dilakukan
untuk menumbuhkan karakter cinta lingkungan pada anak-anak di usia dini. Salah
satunya dengan menggunakan gerak dan lagu yang bertema cinta lingkungan.
Manuskrip Dolanan Bocah Klathen juga
memuat permainan yang bertema cinta lingkungan Permainan tersebut yaitu Luru-luru Widara. Pada permainan ini dijelaskan
dan diajarkan cara merawat tanaman sejak menanam sampai memanen yang diwujudkan
dalam tembang dan tarian.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Hampir
semua permainan (95%) dari permainan tradisional, kecuali Koning-koning dan
Rete-reta (2%) dimainkan secara berkelompok.
2. Semua
permainan tradisional dilakukan di luar ruangan seperti di ladang yang tidak
ditanami, padang rumput, halaman rumah, dan pendhapa.
3. Permainan
tradisional anak-anak yang ditemukan dalam manuskrip Dolanan Bocah Klathen memadukan unsur kognitif, psikomotor, dan
afektif secara terpadu. Unsur kognitif pada penerapan strategi serta penalaran
dalam permainan. Aspek psikomotor dalam gerak dan lagu yang dilakukan selama
permainan,dan aspek afektif pada karakter dan sifat-sifat yang terbangun selama
melakukan permainan tradisional.
Berdasarkan analisis nilai budi pekerti dalam naskah Dolanan Bocah Klaten, ditemukan nilai-nilai budi pekerti adalah (1)
Kerjasama dan Kerukunan, (2) Kejujuran, (3) Adil, (4) Ikhlas, (5) Kasih sayang,
(6) Sabar, (7) Tata krama, dan (8) Cinta Lingkungan.
1.
Penelitian ini hanya menggunakan sumber
penelitian satu dari naskah dan teks Dolanan Bocah Klaten yang ada di
Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Oleh karena itu, diharapkan ada penelitian
sejenis dalam lingkup yang lebih luas, dam menggunakan sumber data yang lebih
banyak.
2.
Penelitian ini masih terbatas pada deskripsi
permainan dan analisis nilai-nilai budi pekerti. Oleh karena itu, diharapkan
ada penelitian lain yang bersumber pada teks Dolanan Bocah Klaten. Misalnya pembuatan media pembelajaran
permainan tradisional Jawa dengan metode R and D.
DAFTAR PUSTAKA
Baried, Siti
Broroh, 1994. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Behrend dan
Pudjiastuti, T. E. dan Titik. 1997. Katalog
Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-A dan B: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Behrend, T. E.
1990. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid I. Jakarta: Djambatan.
Chizanah,
Lu’luatul. 2011. Prososial?: Studi Komparasi Berdasar Caps. Jurnal Psikologi Islam (JPI). Vol. 8,
No. 2, Tahun 2012: 145-163 diunduh dari ejournal.uin-malang.ac.id pada 17 Maret
2013.
Danandjaya, D.
1986. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip,
Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: PT Grafitipers.
Dien, Albert Y. 2011. Masyarakat yang
Berkeadilan : Pemikiran John Rawls dalam Filsafat Hukum. Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 7, No 1, Januari 2011: 1-16. http://ejournal.kopertis4.or.id/upload.php?id=304&name=MASYARAKAT%20YANG%20BERKEADILAN....pdf.
diunduh pada 24 Februari 2013 pukul 13:00.
Djamaris, Edwar.
1977. “Filologi dan Cara Kerja Filologi”. Majalah Bahasa dan Sastra, 1, III,
hlm. 20-33.
Iswinarti. 2010. Nilai-Nilai
Terapiutik Permainan Tradisional Engklek
pada Anak Usia Sekolah Dasar. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang diunduh dari research-report.umm.ac.id pada 12 April 2013.
Kedaulatan Rakyat. 2008. “Manfaat dan Mudharat Game Centre” diakses dari www.kr.co.id/ pada 24 Maret 2008.
Magnis-Suseno,
Frans. 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah
Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Marzuki. 2013. Mahalnya Kejujuran: Seri Pendidikan Karakter
Islam. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/dr-marzuki-mag/Dr.%20Marzuki,%20M.Ag_.%20Mahalnya%20Kejujuran.pdf
diakses pada 7 Maret 2013 pukul 20.00.
Nandiya, Vipi,
dkk. 2013. Persepsi Siswa tentang Tindakan Tegas Mendidik yang Diberikan Guru
Bimbingan dan Konseling Kepad Siswa yang Melanggar Peraturan Sekolah di SMPN 24
Padang. Konselor: Jurnal Ilmiah
Konseling. Vol. 2 Nomor 1 Januari 2013: 156-161, diunduh dari http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor.
Rachim, Ryan
Listiawan dan Nashori, H. Fuad. 2007. Hubungan Antara Nilai Budaya Jawa dengan
Perilaku Nakal pada Remaja Jawa. Naskah
Publikasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII
Yogyakarta hal 2-27 diunduh dari psycology.uii.ac.id pada 17 Maret 2013.
Sabatari, Widyabakti. 2013. Penciptaan Desain Busana Wanita dengan Sumber
Ide Lagu Dolanan diunduh dari staff.uny.ac.id
pada 13 April 2013.
Safitri, Ajeng
dan Kumolohadi, Retno. 2008. Hubungan Antara Kesabaran dengan Stress Menghadapi
Ujian pada Mahasiswa. Naskah Publikasi. Yogyakarta:
Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII Yogyakarta
hal 1-25 diunduh dari psycology.uii.ac.id pada 17 Maret 2013.
Tarricone, Pina
dan Luca, Joe. 2002. Research and Development in Higher Education: Quality
Conversations. Makalah seminar HERDSA (the Higher Education Research and
Development Society of Australasia), 25th Annual Conference.
diselenggarakan oleh HERDSA Australia, Perth, 7-10 Juli 2002, hal. 640-646
diunduh dari www.deakin.edu.au/.../case-studies/case-study-edith-cowan-un pada 29 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar