KUALITAS GURU
TERSERTIFIKASI
DALAM PROSES
BELAJAR MENGAJAR[1]
Venny Indria
Ekowati[2]
A. Latar Belakang Masalah
Mutu pendidikan di Indonesia semakin menurun.
Hal ini ditandai dengan rendahnya
tingkat kelulusan ujian akhir nasional (UAN), turunnya peringkat Indonesia di
tingkat negara-negara berkembang dalam berbagai kemampuan, serta ketertinggalan
dari negara yang pernah belajar di Indonesia. Mutu pendidikan tersebut
ditentukan oleh beberapa faktor, salah satu di antaranya adalah guru. Meskipun
faktor-faktor lain ikut mempunyai andil dalam merosotnya mutu pendidikan namun
guru dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penentu karena gurulah yang
secara terprogram berinteraksi dengan peserta didik dalam proses pembelajaran
(Dirjen Dikti, 2006).
Lebih
lanjut diuraikan bahwa guru di Indonesia khususnya di tingkat sekolah dasar
yang berjumlah 1,4 juta guru hanya 8,3 % yang berkualifikasi S1, sedangkan yang
berkualifikasi D2 berjumlah 40,14% dan yang berkualifikasi di bawah D2 49,33%
(Dirjen Dikti, 2006). Data-data mengenai rendahnya kualitas guru tersebut
mengindikasikan besarnya permasalahan yang harus diselesaikan untuk memenuhi
amanat UU no. 14 tahun 2005 yang menargetkan para pendidik harus memenuhi
kualifikasi minimal. Salah satu amanat yang termaktub dalam Undang-undang Guru
dan Dosen (UUGD) bahwa guru sebagai agen pembelajaran diharapkan mempunyai
empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi sosial, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi profesional.
Pemerintah telah merintis peningkatan mutu pendidikan di Indonesia
secara bertahap. Diawali dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pemerintah kembali menggulirkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen untuk mendongkrak kualitas tenaga pendidik di Indonesia. Penyusunan undang-undang
ini berikutnya direalisasikan dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Keseriusan tekad pemerintah untuk
memperbaiki mutu pendidikan melalui peningkatan profesionalisme tenaga pendidik
diwujudkan dengan keluarnya Peraturan Menteri Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006
dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
Terbitnya berbagai macam peraturan dari undang-undang, peraturan
pemerintah, sampai dengan peraturan menteri tersebut merupakan bentuk nyata
upaya pemerintah untuk menyejajarkan profesi guru dengan profesi lain sebagai
tenaga profesional. Langkah ini ditempuh sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas (mutu) pendidikan di Indonesia . Peningkatan
profesionalisme guru dipandang sebagai langkah taktis peningkatan mutu
pendidikan. Alasannya memang tepat, karena tenaga pendidik merupakan ujung
tombak peningkatan mutu proses belajar mengajar di kelas yang pada ujungnya
akan mampu meningkatkan mutu lulusan, sehingga pamor dan mutu pendidikan dapat
terangkat.
Program
peningkatan profesionalisme guru ini ditempuh dengan mengadakan uji
sertifikasi. Para tenaga pendidik yang lulus sertifikasi akan memperoleh
sertifikat sebagai bentuk pengakuan sebagai tenaga profesional. Uji sertifikasi
menggunakan instrumen portofolio yang memuat kompetensi-kompetensi guru.
Sertifikasi
bertujuan untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai
agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) meningkatkan
proses dan mutu hasil pendidikan, (3) meningkatkan martabat guru, dan (4)
meningkatkan profesionalitas guru. Sedangkan manfaat sertifikasi tenaga
kependidikan adalah (1) Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak
kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru, (2) Melindungi masyarakat dari
praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional, dan
(3) Meningkatkan kesejahteraan guru. Secara umum sertifikasi guru merupakan
upaya peningkatan mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan
guru dan diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di
Indonesia secara berkelanjutan (Depdiknas, 2007).
Keputusan
pemerintah untuk mengadakan sertifikasi bagi para tenaga pendidik mengundang
pro dan kontra di masyarakat. Sebagian pihak menilai sertifikasi guru sebagai
langkah positif, namun pihak yang lain memandang secara negatif. Seperti yang
termuat dalam Kedaulatan Rakyat 12 Desember 2007, yang memuat opini bahwa
sertifikasi guru dapat menimbulkan dampak negatif. Pasalnya sistem portofolio
yang digunakan sebagai tolok ukur dalam proses sertifikasi dianggap masih
rentan kecurangan dalam prosesnya. Sertifikasi merupakan angin segar bagi para
tenaga pendidik karena sistem ini akan meningkatkan taraf kesejahteraan. Namun
di lain pihak, adanya kompensasi peningkatan gaji dan fasilitas lain yang
didapatkan oleh guru tersertifikasi juga dapat menimbulkan kecemburuan,
khususnya bagi guru yang belum tersertifikasi karena adanya kesenjangan
pendapatan yang cukup signifikan.
Komentar serupa
juga dikemukakan oleh Arifin (2007) yang menyatakan bahwa tujuan awal
sertifikasi guru sudah melenceng atau dibiaskan menjadi tujuan lain. Tujuan
sertifikasi guru tidak lagi ingin mendapatkan kualitas guru yang berstandar
baik-secara akademik, tetapi standar kesejahteraan baik. Untuk sejahtera
(standar), harus memegang tanda lulus sertifikasi. Bukan: Untuk menjadi guru
yang baik (minimal standar) harus memegang tanda lulus sertifikasi. Apa yang
terjadi ketika tujuan melenceng? Penghalalan segala cara. Memalsu tanda tangan
kepala dinas pendidikan pun akan dilakoni asalkan bisa lebih sejahtera
(daripada kondisi sekarang). Itu Artinya, sertifikasi guru sama sekali
tidak memberikan dampak kompetensi akademik bidang studi dan paedagogik pada
guru. Bila tidak ada dampak peningkatan kompetensi, bukankah program ini hanya
sebatas simbol cap jempol semata (Arifin, 2007).
Senada dengan
pertanyaan di atas, Mujid (2007) juga mempertanyakan apakah kualitas pendidikan
di Indonesia akan membaik setelah sertifikasi guru? Beberapa opini lain muncul
bahwa sertifikasi guru tidak akan membawa pencerahan dalam peningkatan kualitas
guru. Hal ini dikarenakan prosesnya tidak berlangsung secara ideal. Pertanyaan
dan pernyataan baik di forum-forum seminar, perkuliahan, media massa, media
elektronik baik televisi maupun melalui forum komunikasi lewat internet,
pertanyaan dan pernyataan tentang jaminan peningkatan mutu guru sebagai efek
sertifikasi semakin sering dikemukakan.
Oleh karena itu,
diperlukan suatu penelitian untuk membuktikan sejauh mutu dan kualitas para guru tersertifikasi
dalam proses belajar mengajar. Karena kualitas proses belajar
mengajar merupakan komponen utama dalam peningkatan hasil pembelajaran siswa.
B.
Kompetensi Guru
Kompetensi menurut
Charles E. Johnson: “Competency as
rational performance which satisfactorily meeets the objective for desired
condition”. Menurutnya kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai
tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dengan
demikian suatu kompetensi ditunjukkan dengan penampilan atau unjuk kerja yang
dapat dipertanggungjawabkan (rasional) dalam upaya mencapai tujuan (dalam
Sanjaya, 2005: 145). Sedangkan berdasarkan UU No. 14 tahun 2005, kompetensi
merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
profesionalnya.
Guru dipandang kompeten apabila dalam melakukan tugasnya
dapat berperan sebagai fasilitator, inisiator, dan motivator dalam pencapaian
kompetensi lulusan. Disamping itu, guru juga harus mampu mengakomodasikan
dinamika perubahan yang terjadi dalam lingkup nasional, regional dan global
dengan tetap berpegang pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional, guru harus
dapat memfasilitasi proses pembelajaran dan memperhatikan perkembangan peserta
didik dalam berbagai dimensinya, yang mengarah kepada kepemilikan dan perkembangan
inteligensi, keterampilan belajar, sikap, keterampilan bekerja, dan kemandirian
sosial (Mintjelungan, 2008).
Sesuai dengan persyaratan kecakapan, keterampilan dan
tanggung jawab dalam tugas, maka jabatan guru termasuk dalam jabatan
profesional. Oleh karena itu, untuk menjamin profesionalitas guru perlu
diberlakukan akuntabilitas publik dengan sertifikasi dengan mengacu pada
pemenuhan kriteria kelayakan profesi guru dan dosen. Sesuai dengan fungsinya
sertifikasi bagi guru juga merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
memotong mata rantai penyebab rendahnya kualitas guru, termasuk guru sekolah
lanjutan pertama.
Kompetensi tenaga kependidikan terutama guru bersifat
kompleks. Kompetensi merupakan satu kesatuan utuh yang menggambarkan potensi,
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang dimiliki guru terkait dengan
profesinya, terkait dengan kemampuan mengaktualisasikan atau mewujudkan dalam
bentuk perilaku, tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi. Kualifikasi
profesional merupakan bentuk perwujudan kompetensi yang dimiliki guru (Mintjelungan,
2008). Kompetensi tersebut meliputi
kompetensi pedagogi, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
profesional. Keempat kompetensi tersebut bersifat holistik.
C.
Sertifikasi Profesionalitas Guru
Sertifikasi adalah pemberian sertifikat kompetensi atau
surat keterangan sebagai pengakuan terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
suatu pekerjaan setelah lulus uji kompetensi. Sertifikasi berasal dari kata certification yang berarti diploma atau
pengakuan secara resmi kompetensi seseorang untuk memangku sesuatu jabatan
profesional. Apabila dihubungkan dengan profesi guru, maka sertifikasi dapat
diartikan sebagai surat bukti kemampuan mengajar yang menunjukkan bahwa pemegangnya
memiliki kompetensi mengajar dalam mata pelajaran, jenjang dan bentuk
pendidikan tertentu, seperti yang diterangkan dalam sertifikat kompetensi
tersebut (P3TK Depdiknas, 2003).
Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah (Bab 1 Pasal 1 ayat 1-2). Sementara itu, profesional
dinyatakan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi.
Tujuan sertifikasi menurut Suryanto (2003), adalah untuk
memberikan jaminan akan kinerja dan kemampuan guru dalam melakukan pekerjaan
mengajar dan mendidik secara profesional. Tanpa sertifikasi akan semakin banyak
orang merasa bisa menjadi guru tanpa melalui pendidikan yang diisyaratkan.
Anggapan bahwa pekerjaan guru dapat dilakukan oleh siapa saja asal memiliki
bekal kemampuan materi yang diperlukan harus segera diluruskan. Hakekat
mengajar tidak sekedar transformasi ilmu semata, tetapi ada unsur-unsur
pedagogis, sehingga terjadi perubahan perilaku anak didik baik dalam aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Sertifikasi bagi guru merupakan cara yang efektif untuk menjamin
kualitas guru untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah dan
profesi mengajar. Sertifikasi bagi guru adalah sistem penilaian terpadu yang
meliputi proses pengelolaan kinerja guru untuk menunjang peluang pengembangan
karier profesionalnya. Sertifikasi guru diarahkan untuk menciptakan iklim dan lingkungan
kerja yang berorientasi produktivitas, pemberian imbalan yang baik bagi yang
berprestasi, dan berkeadilan, dilakukan secara sistematik, dan ditujukan untuk
kesinambungan karier guru secara profesional (Sukamto, 2004).
D. Kedisiplinan Guru
Masalah rendahnya tingkat kesejahteraan guru-guru
seringkali dijadikan faktor penyebab rendahnya motivasi guru mengajar dan
kedisiplinan guru. Rendahnya motivasi mempengaruhi proses pembelajaran di kelas
sehingga cenderung berlangsung tidak efektif dan efisien. Tidak mengherankan
sehingga akhirnya pencapaian belajar siswa termasuk dalam Ujian Nasional
menjadi di bawah target yang ditetapkan, yang berdampak kepada menurunnya mutu
pendidikan (Hendarman, 2007).
Kurangnya kedisiplinan guru, terutama dalam hal kehadiran
di kelas, pernah diteliti oleh Bank Dunia (2005), guru sekolah negeri di
Indonesia hadir di ruang kelas hanya 80% dari jam belajar yang sudah ditentukan
dalam jadwal.Berarti seorang siswa Kelas 3 SMA, setelah bersekolah selama 12
tahun, menghabiskan waktu 2 tahun 5 bulan menunggu guru yang tidak datang (Coleman,
2007).
Adapun hal-hal yang
menyebabkan guru tidak hadir atau datang terlambat antara lain (1) alasan
domestik, (2) sakit, anaknya sakit, suami atau istri sakit, acara keluarga, ada
yang meninggal, (3) kesibukan, (4) jeda waktu yang sempit dengan mengajar di
sekolah lain, (4) tidak ada yang memberi tahu ( kontrolnya kurang, tidak ada
sanksi dari pimpinan), (5) banyaknya kegiatan di pesantren sehingga guru banyak
yang kecapekan, (6) dinas keluar, (7) jarak dan kesibukan di luar sekolah, (8)
bisnis atau ngajar di tempat lain, (9) seringnya melihat Kepsek yang juga
sering terlambat, (10) keasyikan ngobrol sehingga lupa kalau ada jam mengajar,
(11) cuaca, (12) musim panen, (13) rapat guru, (14) musibah, dan (15) haji.
E.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif
lapangan (field research), yang
merupakan penelitian bersifat kasuistik untuk mendeskripsikan secara
keseluruhan, kinerja guru setelah tersertifikasi dalam proses belajar mengajar. Penelitian dilakukan di SMP/ MTs wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Subjek penelitian ini adalah guru SMP/ MTs tersertifikasi di wilayah Daerah
Istimewa.
Kinerja guru tersertifikasi diteliti menurut pendapat para siswa yang diajar
oleh guru terkait. Untuk menjaring data, disebarkan sebanyak 1960 di 49 sekolah
di DIY. Setiap sekolah diambil pula dua orang siswa untuk diwawancarai terkait
dengan kinerja guru tersertifikasi.
F. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berikut hasil amatan siswa-siswa SMP se-DIY terhadap guru
tersertifikasi di 65 sekolah yang diambil sebagai sampel penelitian:
Tabel
1: Amatan Siswa Terhadap Kinerja Guru Tersertifikasi dalam PBM
No
|
No
Anget
|
SLL
|
SRG
|
KDG
|
TP
|
TT
|
1.
|
1.a
|
859
|
307
|
270
|
38
|
57
|
2.
|
1.b
|
408
|
349
|
583
|
140
|
52
|
3.
|
2.a
|
431
|
388
|
523
|
130
|
34
|
4.
|
2.b
|
305
|
427
|
569
|
172
|
49
|
5.
|
3.a
|
282
|
434
|
583
|
186
|
27
|
6.
|
3.b
|
282
|
505
|
570
|
106
|
36
|
7.
|
4.a
|
392
|
447
|
621
|
29
|
24
|
8.
|
4.b
|
62
|
224
|
1020
|
181
|
15
|
9.
|
4.c
|
385
|
383
|
468
|
66
|
161
|
10.
|
4.d
|
880
|
392
|
183
|
33
|
32
|
11.
|
4.e
|
606
|
338
|
345
|
62
|
132
|
12.
|
4.f
|
713
|
462
|
274
|
48
|
18
|
13.
|
4.g
|
628
|
393
|
323
|
86
|
34
|
14.
|
5.a
|
324
|
364
|
477
|
214
|
144
|
15.
|
5.b
|
182
|
350
|
514
|
265
|
209
|
16.
|
5.c
|
407
|
394
|
605
|
83
|
47
|
17.
|
5.d
|
142
|
270
|
603
|
280
|
217
|
18.
|
6.a
|
409
|
373
|
636
|
28
|
18
|
19.
|
6.b
|
775
|
467
|
201
|
41
|
15
|
20.
|
6.c
|
832
|
404
|
246
|
37
|
21
|
21.
|
6.d
|
685
|
361
|
307
|
81
|
57
|
22.
|
6.e
|
128
|
159
|
588
|
596
|
42
|
23.
|
6.f
|
431
|
383
|
587
|
90
|
23
|
24.
|
7.a
|
628
|
293
|
414
|
77
|
100
|
25.
|
7.b
|
538
|
381
|
467
|
62
|
67
|
26.
|
8.a
|
947
|
306
|
242
|
18
|
11
|
27.
|
8.b
|
62
|
111
|
989
|
309
|
24
|
28.
|
8.c
|
87
|
285
|
920
|
179
|
45
|
29.
|
9.a
|
198
|
166
|
229
|
125
|
796
|
30.
|
9.b
|
36
|
67
|
273
|
342
|
795
|
31.
|
10.a
|
999
|
88
|
23
|
40
|
314
|
32.
|
10.b
|
554
|
352
|
349
|
134
|
125
|
33.
|
10.c
|
655
|
320
|
262
|
89
|
189
|
Angket
yang dibagikan kepada siswa, terdiri dari 33 poin yang memotret kinerja guru
tersertifikasi. Berikut uraian angket yang diisi oleh para siswa:
Nomor
Angket
|
Sasaran
|
1 a, b
|
Memotret kinerja
guru pra pembelajaran
|
2 a, b
|
Memotret kinerja
guru pada saat membuka pelajaran
|
3 a, b
|
Memotret kinerja
guru pada saat kegiatan inti dalam PBM
|
4 a - g
|
Memotret kinerja
guru dalam implementasi pendekatan/ strategi pembelajaran
|
5 a - d
|
Memotret kinerja
guru dalam pemanfaatan sumber belajar dan media pembelajaran
|
6 a - f
|
Memotret kinerja
guru dalam memicu dan memelihara keterlibatan siswa dalam PBM
|
7 a, b
|
Memotret kinerja
guru sebagai figur teladan para siswa
|
8 a - c
|
Memotret
kedisiplinan guru-guru tersertifikasi
|
9 a, b
|
Memotret
pengabdian guru-guru tersertifikasi
|
10 a - c
|
Memotret
ketaqwaan guru-guru tersertifikasi
|
Karena keterbatasan tempat, data-data yang
berhasil dikumpulkan tidak dapat ditampilkan secara keseluruhan dalam makalah
ini. Berikut petikan beberapa data yang diperoleh dari hasil penelitian. Kinerja guru tersertifikasi dalam proses belajar mengajar, mulai
disoroti pada saat pra pembelajaran.
1.
Persiapan Peralatan Mengajar
Berikut diagram yang menggambar persiapan peralatan
mengajar guru tersertifikasi sebelum PBM berlangsung.
Chart 1: Persiapan Peralatan Mengajar
Ket: (1) selalu,
(2) sering, (3) kadang-kadang, (4) tidak pernah, (5) tidak tahu
2.
Menjelaskan Kompetensi yang Harus Dikuasai oleh Siswa
Kurikulum Berbasis Kompetensi
mengkondisikan siswa untuk menguasai kompetensi-kompetensi yang sudah
digariskan dalam kurikulum. Namun kadang siswa tidak menyadari bahwa mereka
belum sepenuhnya mencapai kompetensi yang harus dikuasai sesudah menerima pelajaran
dari guru. Hal ini dikarenakan sebagian guru masih belum menjelaskan kepada
siswa mengenai kompetensi yang harus mereka miliki sesudah mengikuti pelajaran
dari guru. Menurut para siswa, 20% guru tersertifikasi selalu menjelaskan
kompetensi yang akan dicapai siswa sesudah mengikuti pelajaran, 28% siswa
menjawab sering menjelaskan, 38% menjawab kadang-kadang, 11% guru
tersertifikasi tidak pernah menjelaskan tentang kompetensi yang harus dikuasai
siswa, dan 3% siswa menjawab tidak tahu.
3.
Pendekatan dan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang digunakan para guru
tersertifikasi menurut para siswa terbatas pada dua strategi. Guru-guru hanya
menggunakan strategi ceramah dan diskusi dalam menerangkan suatu materi
pelajaran. Bahkan ada sebagian guru tersertifikasi yang masih menggunakan
metode ceramah saja dalam menerangkan materi. Berikut kutipan wawancara dengan
siswa.
Selain
Bapak menyampaikan materi Quran Hadist dengan ceramah, biasanya juga diselang
seling dengan membentuk beberapa kelompok diskusi. Jadi ada satu pokok bahasan
yang akan dibahas oleh kelompok-kelompok diskusi tersebut. D.2.SW.RS
Selain ceramah
dikelas, biasanya diadakan diskusi kelompok dengan cara main mapping. Misal ada
5 pokok bahasan PKN, setiap kelompok diskusi membahas 1 pokok bahasan PKN baik
mengenai pengertian, cirri-ciri, macam-macam dan lain-lainnya. Juga ada
simulasi Mbak, seperti dalam cara penataan setiap kelompok benar-benar
menyerupai rapat-rapat yang sesungguhnya (misalnya dengan cara menyusun
kelompok diskusi membentuk lingkaran atau segi empat).A.2.Sw.
Dalam kegiatan
belajar mengajar Matematika yang Bapak ampu, tidak monoton selalu ceramah Mbak
tetapi diselang-seling dengan cara diskusi, seperti dibentuk beberapa kelompok
belajar yang kemudian masing-masing kelompok diberi tugas oleh Bapak untuk
mempelajari dan mempresentasikan hasil diskusi tersebut (misalnya berhubungan
dengan pokok bahasan bangun ruang). E.5.Sw
Ibu dalam
mengajar Quran Hadist di kelas, menurut pengalaman saya ya selalu ceramah tidak
menggunakan metode-metode lainnya. B.3.SW.ED
4.
Kejelasan dalam Menerangkan Pelajaran
Kemampuan guru dalam menerangkan secara jelas merupakan
salah satu kompetensi dasar mengajar. Menerangkan atau menjelaskan adalah suatu
kerampilan menyajikan informasi secara lisan yang diorganisir secara sistematis
untuk menunjukkan adanya hubungan antara satu bagian dengan lainnya.
Menerangkan suatu pelajaran bertujuan untuk membimbing siswa memahami suatu
materi dan mengarahkan siswa dalam memecahkan suatu masalah, memberikan
balikan, menggunakan penalarannya, dan membantu siswa untuk memahami dalil,
hukum, prinsip, dan lain-lain (Hasibuan dalam Suwarna, 205: 69-70).
Berdasarkan jawaban yang diberikan oleh para siswa mengenai
kinerja guru tersertifikasi, didapatkan hasil bahwa 26% guru tersertifikasi
selalu jelas jika menerangkan materi pelajaran, 30% sering, 40% guru
tersertifikasi kadang-kadang masih tidak jelas jika menerangkan suatu materi.
Sedangkan 2% siswa menjawab bahwa guru mereka tidak pernah jelas jika
menerangkan materi, dan 2%lainnya menjawab tidak tahu.
Chart 2: Kinerja Guru dalam Menjelaskan
Materi Pelajaran
Ket: (1) selalu,
(2) sering, (3) kadang-kadang, (4) tidak pernah, (5) tidak tahu
5.
Ketrampilan Mengelola Kelas
Ketrampilan mengelola
kelas juga merupakan salah satu kompetensi dasar mengajar yang harus dikuasai
oleh para guru. Berikut chart yang menggambarkan jawaban siswa mengenai kinerja guru
tersertifikasi dalam keterampilannya menguasai kelas.
Chart 3: Kinerja Guru dalam Mengelola
Kelas
Ket: (1) selalu,
(2) sering, (3) kadang-kadang, (4) tidak pernah, (5) tidak tahu
Berdasarkan chart di atas dapat disimpulkan bahwa 4% siswa yang diajar
oleh guru tersertifikasi selalu ramai, 15% sering ramai, 68% siswa menyatakan
kadang-kadang ramai jika diajar oleh guru tersertifikasi, 12% siswa mengaku
tidak pernah ramai, dan 1% menjawab tidak tahu.
Cara-cara menguasai
kelas, terutama mengendalikan siswa yang ramai cukup beragam. Sebagian besar
guru menegur, menasehati, menghukum dengan cara yang positif, seperti diberikan
soal-soal tambahan, dan lain-lain.
Selain hukuman yang bersifat positif, sebagian
guru masih ada yang menghukum siswa dengan cara-cara yang negatif misalnya
dengan cara memerintah untuk keluar kelas, melemparkan kapur kepada siswa yang
ramai, dan lain-lain. Seperti dalam kutipan berikut.
Kalau ada siswa yang ramai, Ibu
memberi peringatan kepada siswa tersebut Mbak. Tapi kalau ramainya sudah
kebangetan Ibu menyuruh siswa tersebut untuk keluar kelas. B.5.SW.HK
Kalau didalam kelas, Ibu keras
mengingatkan siswa tersebut. Terkadang siswa menganggap Ibu galak dengan
sikapnya, tapi sebenarnya maksud Ibu untuk mengingatkan itu baik untuk membantu
siswa tersebut dalam belajar. Sebenarnya, biarpun Ibu galak tapi ngangeni Mbak
(kalau Ibu pergi atau ada tugas diluar sekolah).
Kalau ada yang berantem diluar
kelas, oleh Ibu dilerai kemudian diajak ngomong dari hati ke hati baru diberi
hukuman (seperti lari mengelilingi lapangan). D.9.SW.Pr
Kalau ada yang ramai, diperingati, disuruh
diam, kalau nakal banget kadang dilempar kapur (C.11.Sw)
Kalau ada yang ramai, menasehati, kadang
diperingatkan, tetapi keras karena disiplin, ada yang dijewer karena nakal
sekali (C.9.Sw)
Hukuman yang diberikan
kepada siswa seharusnya bersifat positif. Hukuman kadang kala memang diperlukan
sebagai salah satu sarana untuk melatih siswa agar dapat mempraktekkan disiplin
di sekolah serta memberikan efek jera. Bentuk hukuman negatif sekarang ini
sudah tidak relevan.
6.
Pemanfaatan Media dan Sumber Pembelajaran
Sebelum melakukan proses belajar mengajar, seorang guru harus menentukan
metode yang akan digunakan agar tujuan pembelajaran yang telah disusun dapat
tercapai. Pemilihan metode harus disesuaikan dengan tujuan dan sifat materi
yang akan menjadi objek pembelajaran. Agar metode yang diterapkan dapat
optimal, diperlukan pemakaian media pembelajaran yang tepat. Menurut Schramm
(dalam Suwarna, dkk. 2005: 128), media pembelajaran didefinisikan sebagai
teknologi pembawa pesan (informasi) yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Sedangkan Sadiman (1996) berpendapat bahwa media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesar dari
pengirim ke penerima, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan minat siswa.
Para guru tersertifikasi, menurut data yang didapatkan dari wawancara siswa
dapat ditarik kesimpulan bahwa para guru tersertifikasi telah menggunakan media
pembelajaran. Seperti dalam kutipan berikut.
Setahu saya, Bapak belum menggunakan media
pembelajaran dalam mengajar. Bapak menggunakan sumber Alquran dan beberapa
Hadist dalam pembelajaran Beliau. D.2.SW.RS
Iya, Ibu mampu merancang dan memanfaatkan media
pembelajaran.
Seperti dalam mengajar mata
pelajaran Ekonomi, Ibu pernah merancang suatu media yang berhubungan dengan
kegiatan ekonomi, misalnya contoh uang, rekening listrik, PBB, tabungan dan
ATM. Ibu juga memanfaatkan media berupa proyektor (OHP) untuk kegiatan belajar
mengajar dikelas (A.4.Sw)
Akan tetapi, sebagian kecil guru masih tidak menggunakan
media pembelajaran yang inovatif dalam pembelajaran. Seperti dalam kutipan
berikut.
Jadi pengalaman saya selama diajar Bu Satimah saat
kelas VII kemarin, Ibu belum menggunakan media apa-apa dalam pengajaran Beliau. Beliau hanya menggunakan
sumber-sumber belajar seperti beberapa Hadist dan Alquran serta LKS dalam
kegiatan belajar mengajar yang Ibu lakukan. (B.3.SW.Ed).
Perkembangan jaman yang semakin mengglobal, membuat
tuntutan masyarakat terhadap kualitas guru juga semakin meningkat. Pada masa
sekarang ini, selain menguasai soft
skills, guru juga diharapkan menguasai hard
skills berupa teknologi. Sudah saatnya teknologi dibawa masuk ke
ruang-ruang kelas, untuk memperlancar dan mempermudah proses belajar mengajar.
Hal ini sesuai dengan pendapat Zamroni (2008: 40) yang menyatakan bahwa membawa
teknologi modern ICT ke ruang-ruang kelas guna meningkatkan efisiensi dan
efektivitas PBM amat diperlukan. Dengan kata lain, guna meningkatkan kualitas
pembelajaran sekolah diperlukan paradigma baru pembelajaran yang salah satunya
bertumpu pada penggunaan teknologi modern dalam PBM.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan para siswa, disimpulkan adanya tiga golongan guru,
sehubungan pemanfaatan teknologi dan informasi dalam kinerja, yaitu: (1)
golongan guru yang belum menggunakan TI dalam PBM, (2) sudah menggunakan
teknologi sederhana, dan (3) guru yang sudah menggunakan TI yang cukup canggih.
Berikut kutipan wawancara siswa tentang penggunaan TI oleh para guru
tersertifikasi.
a.
golongan guru yang belum
menggunakan TI dalam PBM
Menurut pengalaman Adek selama diajar Ibu, apakah Ibu
mampu menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional ?
misalnya menggunakan komputer, televisi, radio dan lain-lainnya ?
Menurut pengalaman saya, sepertinya Ibu belum pernah
menggunakan alat-alat atau teknologi seperti itu pada saat Beliau mengajar. B.3.SW.ED
Saat mengajar Quran Hadist, Bapak
belum pernah menggunakan alat-alat seperti itu. Dalam mengajar Bapak menggunakan Quran dan Hadist dari
beberapa sumber (lebih dari 1 buku Hadist). D.2.SW.RS
b.
sudah menggunakan teknologi
sederhana
Guru
golongan ini sudah menggunakan teknologi sederhana, contohnya menggunakan Over Head Projector (OHP), seperti dalam
kutipan berikut.
Seperti pada saat presentasi menerangkan materi pembelajaran kepada
Kita, Ibu mampu menggunakan proyektor (OHP) sebagai alat untuk menampilkan
materi tersebut. B.5.SW.HK
c.
guru yang sudah menggunakan TI
yang cukup canggih
Guru
golongan ketiga ini sudah menggunakan TI yang cukup canggih. Mereka mampu
memanfaatkan teknologi, baik audio maupun visual, memanfaatkan internet,
menggunakan laptop dan LCD dalam pembelajaran, televisi, film, dan lain-lain.
Berikut kutipan wawancara dengan siswa.
Menurut pengalaman Adik, Ibu mampu nggak menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional pada saat mengajar PKN ?
seperti televisi, internet dan lain-lainnya ?
Mampu Mbak. Seperti penggunaan internet baik dalam
pembelajaran yang dilakukan oleh Beliau maupun dalam penugasan (sesuai dengan
pokok bahasan PKN) kepada para murid. D.9.SW.Pr
Bapak mampu Mbak, menurut pengalaman saya selama
diajar Beliau.Misalnya Bapak menggunakan laptop, kemudian menerangkan materi
Matematika (seperti materi Aljabar) melalui laptop tersebut. Bapak juga
menggunakan video Mbak untuk memutar suatu materi Matematika yang terkait dalam
bentuk film kartun, kemudian dari situ Bapak memberikan kuis kepada kita.
B.4.SW.LA
7.
Pemilihan Sumber Belajar
Pemilihan sumber belajar pada sebagian guru menjadi suatu
tantangan tersendiri. Sebagian guru aktif mencari sumber-sumber belajar lain,
di luar buku ajar yang biasanya dimiliki oleh seluruh siswa (buku pegangan
wajib). Namun ada pula guru-guru yang hanya mengandalkan satu buah buku sebagai
sumber belajar. Buku ini digunakan dari awal sampai akhir semester.
Chart 4: Kinerja Guru dalam Pemakaian Buku Sumber Selain Buku Pegangan
Ket: (1) selalu,
(2) sering, (3) kadang-kadang, (4) tidak pernah, (5) tidak tahu
Berdasarkan chart di atas dapat disimpulkan bahwa 21% guru
tersertifikasi selalu menggunakan buku lain selain buku pegangan sebagai sumber
belajar, 24% menyatakan sering, 32% kadang-kadang. Sedangkan 14% siswa
menyatakan bahwa guru-guru mereka tidak pernah menggunakan sumber belajar
selain buku pegangan. Sedangkankan 9% siswa menjawab tidak tahu.
Chart berikutnya mempresentasikan data sebagai berikut:
Chart 5: Kinerja Guru dalam Pemilihan
Materi Belajar
Berdasarkan chart di atas disimpulkan bahwa 12% guru-guru
tersertifikasi mengambil materi lain di luar buku pegangan untuk diajarkan
kepada para siswa, 23% menyatakan sering, 34% siswa menyatakan bahwa bahwa guru
mereka hanya kadang-kadang mengambil materi dari sumber yang lain, 17%
menyatakan guru-guru tidak pernah mengambil materi lain di luar buku pegangan,
sedangkan 14% menjawab tidak tahu. Chart di
atas menunjukkan bahwa guru tersertifikasi hanya kadang-kadang saja mengambil
materi dari sumber selain buku pegangan. Hal ini dikarenakan materi yang
terlalu banyak, sehingga guru tersertifikasi kekurangan waktu untuk memberikan
materi pengayaan dari sumber yang lain selain buku pegangan.
Sumber belajar
merupakan komponen penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
digariskan dalam proses belajar mengajar. Menurut Nana Sudjana dalam Nurcahyo
(2008: 1227), sumber belajar terdiri atas manusia, bahan tertulis, media, dan
alat peraga, dan pengalaman siswa itu sendiri. Jadi, pada dasarnya semua yang ada
di sekitar kita dapat digunakan sebagai sumber belajar. Baik makhluk hidup
maupun benda mati. Termasuk pengalaman pribadi maupun sosial.Tinggal bagaimana
guru menggunakan sumber belajar tersebut secara tepat, optimal,
efektif-efisien, sesuai dengan sasaran yang akan dituju, yaitu tercapainya
tujuan pembelajaran. Berikut hasil wawancara dengan para siswa tentang
penggunaan sumber belajar oleh para guru tersertifikasi.
Ibu menggunakan banyak sumber Hadist termasuk
sumber-sumber Hadist yang ada di perpustakaan sekolah ini. B.3.SW.ED
Bapak menggunakan banyak sumber Hadist dan sebuah
Alquran untuk menyampaikan materi pembelajarannya kepada Kita. Tidak, Bapak
belum menggunakan LKS menurut pengalaman saya diajar Beliau. D.2.SW.RS
Tidak hanya satu sumber belajar atau satu buku paket
Mbak, Ibu juga menggunakan buku-buku paket PKN yang lain dan LKS. D.9.SW.Pr
Menurut pengalaman saya, Bapak menggunakan lebih dari
satu sumber belajar Mbak. Selain buku paket Matematika dari sekolah, Bapak juga
menggunakan buku-buku paket Matematika yang berisi soal-soal Matematika.
B.4.SW.LA
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa guru-guru
tersertifikasi masih belum optimal dalam mengeksplorasi sumber belajar. Mereka
hanya menggunakan sumber belajar yang terbatas pada buku-buku saja. Belum
memanfaatkan pengalaman riil siswa. Guru juga masih menempatkan diri mereka
sebagai satu-satunya sumber belajar yang terpenting di kelas. Padahal jika
sumber belajar lebih variatif dan dapat dieksplorasi lebih lanjut, kedudukan
guru yang dominan di kelas akan bergeser menjadi fasilitator, bukan penguasa
kelas.
8.
Kedisiplinan
Masalah rendahnya tingkat kesejahteraan guru-guru
seringkali dijadikan faktor penyebab rendahnya motivasi guru mengajar dan
kedisiplinan guru. Rendahnya motivasi mempengaruhi proses pembelajaran di kelas
sehingga cenderung berlangsung tidak efektif dan efisien. Beberapa indikator
mengenai kedisiplinan guru antara lain (1) mengisi jam pelajaran secara
efektif, sampai bel akhir berbunyi, (2) masuk kelas sesuai jadwal (tidak sering
kosong), dan (3) tidak meninggalkan kelas tanpa alasan yang jelas, saat pelajaran
sedang berlangsung. Berikut pendapat para siswa mengenai kedisiplinan para guru
yang sudah tersertifikasi.
Chart 6: Kedisiplinan Guru dalam
Memanfaatkan Waktu
Ket: (1) selalu,
(2) sering, (3) kadang-kadang, (4) tidak pernah, (5) tidak tahu
Berdasarkan chart di atas diperoleh kesimpulan bahwa
62% guru tersertifikasi selalu memanfaatkan jam pelajaran sampai habis selesai,
20% siswa menjawab sering, 16% menjawab kadang-kadang, 1% siswa menyatakan guru
tidak pernah menghabiskan jam pelajaran, dan 1% sisanya menjawab tidak tahu.
Chart 7: Prosentase Jam Pelajaran Kosong
Ket: (1) selalu,
(2) sering, (3) kadang-kadang, (4) tidak pernah, (5) tidak tahu
Berdasarkan chart di atas, 4% siswa menjawab bahwa guru tersertifikasi sering mengosongkan
pelajaran, 7% siswa menjawab sering, 66% menjawab guru kadang-kadang
mengosongkan pelajaran, 21% siswa menjawab guru tidak pernah mengosongkan
pelajaran. Sedangkan 2% siswa menjawab tidak tahu.
Chart 8: Frekuensi Guru Meninggalkan
Kelas
Ket: (1) selalu,
(2) sering, (3) kadang-kadang, (4) tidak pernah, (5) tidak tahu
Beberapa guru juga
sering meninggalkan kelas pada saat jam pelajaran berlangsung, tanpa alasan
yang jelas. Hal ini tampak dalam chart di
atas. Sebanyak 6% siswa menjawab bahwa guru mereka selalu meninggalkan kelas
pada saat jam pelajaran berlangsung, kemudian beberapa saat kemudian kembali
lagi ke kelas.Sebanyak 19% menjawab kelakuan guru tersebut sering dilakukan,
60% menjawab kadang-kadang, 12% menjawab bahwa guru mereka tidak pernah
meninggalkan pelajaran yang sedang berlangsung, sedang 3% menjawab tidak tahu.
Tiga buah chart di atas menggambarkan unsur
kedisiplinan guru dalam proses pembelajaran. Berdasarkan chart dapat disimpulkan bahwa sebagaian besar guru disiplin dalam
memanfaatkan waktu pembelajaran di kelas. Akan tetapi sebagian besar siswa
menyatakan pula bahwa pelajaran kadang-kadang kosong dan guru juga
kadang-kadang meninggalkan kelas pada saat pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan wawancara dengan para siswa, sebagian besar guru walaupun kadang
mengosongkan pelajaran, tetapi selalu dengan alasan yang jelas (misalnya tugas
dari sekolah, penataran, dan lain-lain). Guru-guru tersertifikasi juga selalu
meninggalkan tugas untuk mengganti ketidakhadirannya. Menurut para siswa,
selain tertib dalam menggunakan jam pelajaran, juga tertib administrasi.
Misalnya tidak lupa mengisi presensi dan kemajuan kelas.
Berdasarkan
penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1.
Kinerja guru tersertifikasi dalam
perencanaan pembelajaran sudah cukup baik, tetapi masih perlu ditingkatkan.
Sebagai pengelola proses pembelajaran, guru tersertifikasi dalam penelitian ini
telah mampu menyusun RPP secara baik yaitu 93,75% responden menyatakan mampu
dan hanya sebagian kecil saja guru tersertifikasi yang belum mahir menyusun
RPP. Hal tersebut disebabkan kurangnya pemahaman terhadap pentingnya perencanaa
pembelajaran yang baik, sebagai syarat ketercapaian tujuan pembelajaran secara
efektif, efisien, dan tepat sasaran.
2.
Kinerja guru dalam proses
pembelajaran secara umum sudah cukup baik, tetapi masih ada beberapa hal yang
harus ditingkatkan. Salah satunya adalah penggunaan media pembelajaran yang
kurang beragam. Selain itu metode pembelajaran juga belum variatif, mayoritas
hanya ceramah sehingga menimbulkan kebosanan pada siswa. Hal lain yang juga
menjadi sorotan adalah penggunaan TIK yang tidak optimal. Hal ini disebabkan
karena kurangnya kompetensi guru (khusunya guru yang sudah berumur), dan keterbatasan
sarana dan prasarana sekolah. Hal tersebut nampak dari penguasaan teknologi
pembelajaran, dinyatakan bahwa setidaknya ada 50% guru tersertifikasi ini telah
mampu memanfaatkan teknologi, 30% kadang-kadang, dan 20% belum pernah
menggunakan.
3.
Kinerja guru dalam proses
pelaksanaan pengabdian dan unsur penunjang sudah cukup baik, walaupun masih ada
beberapa komponen yang perlu dioptimalkan pelaksanaannya. Hasil wawancara
menunjukkan salah satu komponen penunjang (pelaksanaan administrasi), yaitu 94%
sudah melaksanakan administrasi sekolah dengan baik, sedangkan 6% lainnya sudah
melakukan, tetapi kurang optimal
4.
Kinerja guru dalam pengembangan
diri khususnya dalam pengembangan wawasan kependidikan, menjadi teladan,
peningkatan kompetensi kepribadian, dan kesadaran dalam meningkatkan mutu
pendidikan sudah cukup baik. Komitmen yang dibangun guru SMP/MTS tersertifikasi
dalam penelitian ini telah menunjukan mutu pendidikan di sekolah mayoritas
meningkat 76,56%, hal tersebut dibuktikan dengan aktif diberbagai kegiatan yang
berkaitan dengan pendidikan. Namun demikian ada juga guru yang enggan
meningkatkan diri yaitu ada 20,44%. Sedangkan untuk komponen evaluasi diri para
guru masih tergantung pada supervisi kepala sekolah. Selain itu cenderung
subjektif dalam mengevaluasi kinerja secara mandiri. Selain itu para guru juga
belum memiliki kesadaran untuk melakukan penelitian secara mandiri. Karya
ilmiah ilmiah yang dihasilkan hanya terbatas pada buku ajar.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Habe. 2007. “Lima Penyesatan Program
Sertifikasi Guru” diakses dari www.keluargaunesa.com
pada 14 Januari 2008.
Dantes, N. 2008.
”Pendidikan Profesi Guru Dalam Kaitannya Dengan Peningkatan Profesionalisme
Guru (Refleksi Tentang Struktur Program LPTK”. Makalah Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia VI
di Universitas Pendidikan Ganesha tanggal 17-19 Nopember 2008.
Departemen
Pendidikan Nasional. 2006. Instrumen
Sertifikasi Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman
Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan untuk Guru. Jakarta: Depdiknas.
Direktorat Ketenagaan DIKTI. 2006. Rambu-rambu
Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru SD. Jakarta: Dirjen DIKTI.
Ditnaga, Dirjen Dikti,
Depdiknas, Naskah Akademika Program Pendidikan Profesional Guru Prajabatan,
Jakarta, 2008.
Hamzah B.Uno,Haji. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hendarman. 2007. “Menyoal
Jaminan Kesejahteraan Guru” diakses dari www.pmptk.net. pada 21 Januari 2008.
Hendayana, Sumar. 2008. ”Model Pembinaan Guru Mipa Profesional
Berbasis Lesson Study Dan
Implikasinya Terhadap Pembinaan Dosen FPMIPA UPI: Studi Kasus di Kabupaten
Sumedang”. Makalah Konvensi
Nasional Pendidikan Indonesia VI di Universitas Pendidikan Ganesha tanggal
17-19 Nopember 2008.
Hidayati, Thantien. 2008. “Kajian Terhadap
Relevansi Antara Kebijakan
Sertifikasi Pendidik Dengan Peningkatan
Kesejahteraan Pendidik dan
Mutu Pendidikan”. Makalah Konvensi Nasional Pendidikan
Indonesia VI di Universitas Pendidikan Ganesha tanggal 17-19 Nopember 2008.
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Joko Susilo, Muhammad. 2007.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kadarohman, Asep dan dan
Nurihsan, Juantika. 2008. “Program Dual
Modes Sebagai Alternatif Peningkatan
Kualifikasi Akademik Guru Dalam Jabatan”. Makalah Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia VI
di Universitas Pendidikan Ganesha tanggal 17-19 Nopember 2008.
Moleong, Lexy J. 1998. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mujid, Abdul. 2007.
“Setelah Sertifikasi” diakses dari www.klinikpembelajaran.com pada 14 Januari 2008.
Mulyasa, 2007. Menjadi
Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT Remaja
Rosadakarya.
Nurcahyo, Heru. 2008. “Model Pengembangan Kompetensi
Mahasiswa Calon Guru Dalam Mengajar Bioteknologi Dengan Mengoptimalkan
Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Komputer”. Makalah Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia VI
di Universitas Pendidikan Ganesha tanggal 17-19 Nopember 2008.
Rooijakkers, Ad. 1993. Mengajar dengan Sukses: Petunjuk untuk
Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.
Rumini, Sri, dkk. 1997. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UPP
IKIP Yogyakarta.
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Prenada Media.
Setyosari, Punaji. Pemanfaatan Teknologi
Pendidikan Yang Relevan Bagi Daerah Terpencil. Makalah Konaspi 2008.
Soeparno. 1988. Media
Pengajaran Bahasa. Klaten: Intan Pariwara.
Sukamto. 2004. Pengembangan
Sistem Penilaian Untuk Sertifikasi Guru. Makalah. Himpunan Evaluasi Pendidikan
Indonesia (HEPI). Yogyakarta.
Sunendar, Tatang. 2008.
“Pentingnya Karya Tulis dalam Pengembangan Profesi Guru” diaksees dari www.lpmpjabar.go.id pada 18 Maret 2008.
Suparta,
I Nengah. ”Melahirkan Guru Bermutu: Proses Berbasiskan Reward dan Punishment”.
Makalah Konaspi 2008
Suryanto. 2003. Sertifikasi
Profesi Guru. Jaminan Pengakuan Sekaligus Ancaman. Makalah Seminar. UNNES.
Semarang.
Suwarna, dkk. 2005. Pengajaran Mikro: Pendekatan Praktis Menyiapkan Pendidik Profesional. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Tidjan, dkk. 1997. Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah. Yogyakarta:
UPP IKIP Yogyakarta.
Widodo, Erna dan Mukhtar. 2000. Konstruksi ke Arah
Penelitian Deskriptif. Yogyakarta: Avyrouz.
Zamroni. 2008. ”Pendidikan Guru di Masa Depan”.
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia VI di Universitas Pendidikan Ganesha
tanggal 17-19 Nopember 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar